Bangsa dan rakyat Indonesia kembali memperingati 88 tahun peristiwa yang sangat bersejarah yang menjadi tongak pesatuan bangsa yaitu sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Sejarah telah mencatat dimana masing-masing kelompok pemuda dari berbagai latar belakang dengan tekad yang kuat mengingginkan adanya persatuan dan kesatuan dari seluruh daerah menjadi satu bangsa Indonesia. Peristiwa ini menjadi sangat penting karena sebagai salah satu dasar kebangkitan rasa nasionalisme kebangsaan.
Sumpah Pemuda telah menjadi sebab masyarakat dan bangsa Indonesia yang memiliki kurang lebih 1340 suku bangsa yang pada awal kelahiran negara ini berkeinginan menerapkan format tanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Dapat diartikan bahwa pada masa itu pemegang kebijakan dari berbagai suku bangsa memiliki kesadaran untuk mewujudkan persatuan diantara perbedaan yang mereka miliki.
Seiring berjalannya waktu serta mulai memudarnya ruh dari sumpah pemuda maka muncul kembali berbagai fenomena yang mulai mengusik keharmonisan yang telah terjalin serta mengarah pada disintegrasi antar kelompok etnis dan agama akhir-akhir ini. Tanda-tanda Egoisme dalam berbangsa mulai tampak dan ini akan menjadi bom waktu yang suatu ketikan akan meledak meruntuhkan ikrar persatuan yang telah dikumandangankan sejak berdirinya negara ini.
Di era globalisai saat ini, hampir tidak ada lagi sekat yang memisahkan antar bangsa di dunia, sehingga satu bangsa dapat dengan mudah melihat “rumah tangga” bangsa lainnya dan begitu pula sebaliknya. Pada akhirnya akan berujung pada saling mempengaruhi satu sama lainnya, terutama bagi bangsa yang kuat akan mudah mempengaruhi bangsa yang lemah. Terkait dengan kuatnya pengaruhi ini hampir tidak dapat dilihat bagaimana bangsa yang asli. Dalam hal ini negara maju sangat diuntungkan karena dapat dengan mudah menancapkan pengaruhnya terhadap negara berkembang. Sebagai contoh tidak sulit untuk menemukan budaya asing yang berasal dari negara maju ada pada negara berkembang, tidak hanya budaya tapi juga pemikiran dan cara pandangnya ikut terserap dan tanpa disadari telah terimplementasi dalam kehidupan berbangsa.
Identitas diri (etnis, ras, agama, suku dan lainnya) merupakan kesadaran yang dimiliki oleh setiap individu yang membedakannya dengan individu lain dalam kehidupan berbangsa. hal ini diperlukan terutama untuk saat ini dimana hampir tidak terlihat perbedaan wajah bangsa yang satu dengan yang lainnya. Indentitas diri sudah menjadi kewajiban yang harus dimiliki dalam kehidupan berbangsa untuk menumbuhkan kesadaran diri dari mana “berasal” dan menjunjung tinggi identitas diri tersebut.
Permasalahan akan muncul ketika kesadaran akan identitas diri dimunculkan secara politis yang pada akhirnya akan menumbuhkan keinginan untuk menjadikan identitas dirinya menjadi yang paling “eksis” dibandingkan yang lain. Keinginan seperti ini tidak terlepas dari adanya pengaruh globalisasi dan unsur kepentingan dari segolongan kecil kelompok yang ada dalam identitas diri tertentu tetapi dengan berani mengatasnamakan kepentingan bersama. Mengusik, menyalahkan serta memandang rendah identitas diri yang dimiliki kelompok lainnya merupakan tindakan yang diperbolehkan. Padahal dalam kehidupan berbangsa tindakan seperti ini sangat dilarang karena akan merengangkan rasa persatuan.
Tatkala perbedaan identitas diri menjadi bahasan utama untuk dipermasalahakan dan dipandang secara subjektif. Pebedaan selalu dimaknai dengan “tidak sama” dengan konotasi negatif sementara yang menjadi tolak ukur adalah identitas dirinya sendiri. Sementara identitas diri lain yang dianggap tidak sesuai merupakan sesuatu yang buruk dan tidak baik. Pemaknaan seperti ini jelas penuh syarat politisasi maka tidak mengherankan jika perbedaan akan tampak jelas dan toleransi akan semakin memudar.
Kesadaran identitas diri memang perlu dipertahankan, namun perlu dipahami bahwa dalam pempertahankannya tidak harus mengusik identitas diri kelompok lain dan dengan kadar yang sewajarnya sebagai upaya memperkenalkan diri. Bukan memposisikan diri berbeda dengan yang lain dalam bingkai politik seperti yang terjadi pada saat ini. Apabila ini dapat dipahami dengan baik maka rasanya tidak ada masalah dengan perbendaan identitas diri, malah akan menjadi khazanah bagi bangsa ini.
Perbedaan merupakan rahmat dan anugerah dari tuhan bagi umatnya yang harus dijunjung tinggi. Jika ada wacana politik yang memanfaatkan perbedaan identitas diri sebagai jalan untuk meraih kekuasaan, maka sudah sepatutnya wacana seperti itu harus ditolak dan dijauhkan dari kehidupan politik berbangsa. Sudah selayaknya perbedaan dimaknai dengan sudut pandang objektif serta menyadari bahwa setiap identitas diri sama kedudukannya. Jagan sampai politik meruncingkan perbedaan yang dapat menyebabkan perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa.
Momentum peringatan sumpah pemuda yang merupakan pengulangan peristiwa 28 Oktober 1928 yang diharapkan dapat menjadi bahan renungan bagi seluruh masyarakat bangsa Indonesia dalam menyikapi perbedaan identitas diri ini. Semangat dan Ruh sumpah pemuda perlu digaungkan untuk mengokohkan kembali persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang mulai rapuh ditengah hingar bingar politik kepentingan yang hanya mementingkan kelompoknya saja dan mengesampingkan kepentingan bersama.