opini

SAPARDI, LELAKI TUA DAN LAUT, SERTA KISAH PUISI ESAI

Minggu, 19 Juli 2020 | 15:17 WIB
IMG_20200719_151125

Sapardi berjanji membacanya. Apakah Ia bersedia memberi pengantar? Ujarnya, soal itu kita bicarakan kemudian. Ia ingin membacanya dulu.


Kembali Sapardi bersemangat bercerita soal Jurnal Poetry itu. Ia juga banyak bercerita kekecewaannya atas majalah puisi atau satra di Indonesia.


Sekitar 80 persen percakapan kami dalam jumpa tersebut, isinya saya mendengar Ia bercerita soal Jurnal Puisi.



-000-


Setelah pertemuan itu. Setelah Sapardi membaca draft buku puisi Atas Nama Cinta. Kami berjumpa lagi. Jika tak salah, kami berjumpa di Kafe saya, Pisa Kafe, di Menteng.


Di luar dugaan saya, Sapardi semangat sekali. Ia katakan, “Pak Denny membawa cara baru penulisan puisi. Catatan kaki di puisi ini istimewa. Memang sudah banyak puisi dengan catatan kaki. Tapi ini catatan kaki yang berbeda. Ia berisi kumpulan data dan fakta.


Tak hanya cara penulisan. “Tapi isi puisi pak Denny pun berbeda.” Ia memuji saya membawa topik yang jarang dibicarakan dalam puisi Indonesia. Seperti Isu Ahmadiyah. Isu LGBT.


Sapardi menyatakan bersedia memberi pengantar. Semua yang ia katakan itu, Ia akan masukkan dalam pengantarnya. (1)


Kamipun berdiskusi soal nama yang tepat untuk jenis puisi ini. Sapardi sempat menyebut: Puisi Naratif. Prosa Liris. Puisi Berita. Puisi Investigatif.


Saya tanyakan, bagaimana jika namanya Puisi Esai? Sapardi mengkerutkan kening. Ujarnya, memang sudah ada Foto Esai. “Tapi tak apa pak Denny memberi nama Puisi Esai. Pak Denny yang merumuskan puisi ini. Ya Pak Denny juga yang berhak memberi nama,” ujar Sapardi.


Dalam kata pengantar buku saya itu, Sapardi juga menulis:


“Gagasan dan karangan yang diberinya label Puisi Esai penting untuk dicatat dalam perkembangan puisi kita.”


“Saya kira ia tidak perlu risau apakah jenis puisi yang dipilihnya ini akan ditulis juga oleh
penyair lain kelak. Ia sudah menawarkan suatu cara penulisan baru, dan itu sudah lebih dari cukup.”


-000-


Terbitlah kemudian buku puisi esai itu. Respon dunia sastra mulai muncul. Terlebih lagi ketika terbit buku 33 Tokoh Yang Paling Berpengaruh dalam dunia Sastra Indonesia. Buku itu diterbitkan PDS HB Jassin kerja sama dengan Gramedia. Tebalnya 700 halaman lebih.

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB