Klikanggaran.com (30-07-2019) - Bagaimanakah kisahnya? Seorang pedagang buku akhirnya menjelma menjadi orang terkaya dalam sejarah modern? Apakah inovasi yang ia kerjakan juga mengubah wajah peradaban?
Bukankah di tahun 1994, Jeff Bezos memulai Amazon hanya dari sebuah garasi rumah kontrakan sangat sederhana? Ia membungkus buku pesanan itu sendiri. Kadang ia sendiri pula yang mengantarkan buku itu ke kantor pos agar sampai pada konsumen.
Di tahun 2018, 24 tahun kemudian, Ia sekarang melompat menjadi orang pertama yang kekayaannya melampaui 100 billion USD. Forbes menyebut: The First Centi Billion Person in Modern History.
Pertanyaan ini saya renungkan di atas pesawat. Perjalanan udara selama 8 jam dari Dubai ke London, Juli 2019, terlalu panjang.
Sejak tahun 2010, di atas pesawat saya selalu ditemani banyak buku. Namun ini bukan buku fisik biasa. Ini e-book di kindle, produk dari si pedagang buku itu. Sejak tahun 2010, saya menjadi pelanggan Amazon.
Produk Amazon itu mengubah tradisi buku. Yang saya bawa ke dalam pesawat tak hanya sepuluh buku. Saya bawa serta sebuah perpustakaan berisi ratusan buku. Bahkan lebih dari seribu buku.
Itu tak perlu koper yang besar. Lebih dari seribu buku itu bisa disimpan dalam aplikasi Kindle, dan lainnya, di handphone. Dan perpustakaan buku itu hanya sebesar genggaman tangan saja.
Jeff Bezos menjadi besar karena ia tak hanya pedagang buku. Ia seorang inovator yang tak hanya mengubah dunia buku. Bezos pun meluas menyentuh begitu banyak produk lain, di luar buku.
Ia menjadi terkaya karena ia paling pandai memaksimalkan sisi komersial peradaban yang berubah. Ialah peradaban digital. Peradaban shopping online. Peradaban “Internet of Things.”
-000-
Perkenalan saya pertama kali dengan Amazon sekitar tahun 1998. Itu masa awal saya sekolah di Amerika Serikat. Ketika memberi tugas membaca buku, dosen itu menyatakan perkembangan baru. Buku yang ia berikan, ujarnya, jika tak ditemukan di toko, bisa dicari di Amazon secara online.
Sangat aneh bagi saya saat itu. Membeli buku secara online? Apa pula ini? Toko buku Barnes and Noble di Pittsburgh, di kota tempat saya tinggal, ketika sekolah di Amerika adalah surga bagi saya.
Ketika saya melanjutkan sekolah ke Columbus AS, saya bawa serta tradisi berkunjung rutin ke toko buku Barnes and Noble.
Hampir setiap minggu saya ke toko buku itu. Kadang menghabiskan waktu dari pagi hingga sore. Di tengah toko buku itu, ada kafe, tempat duduk.