Dibohongin Pakai Al-Maidah 51: Blunder Seorang Petahana
Mengapa saya sebut blunder? Wacana yang diucapkan oleh Ahok tersebut memiliki implikasi yang sangat luas, baik bagi masyarakat maupun bagi Ahok sendiri sebagai petahana dalam kapasitasnya di ajang Pilkada DKI 2017. Dengan menggunakan analisis wacana kritis model Fairclough, tulisan ini akan menghasilkan berbagai kemungkinan dalam memahami apa yang sebenarnya ingin diucapkan Ahok. Model Fairclough mengkaji bentuk wacana berdasarkan tiga dimensi: dimensi tekstual (mikrostruktural), dimensi kewacanaan (mesostruktural, dan dimensi sosial (makrostruktural).
1. Dimensi Tekstual (Mikrostruktural)
Setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Fungsi representasi berkaitan dengan cara-cara yang dilakukan untuk menampilkan realitas sosial ke dalam bentuk teks. Analisis dimensi teks meliputi bentuk-bentuk tradisional analisis lingu¬istik, analisis kosa kata dan semantik, tata bahasa kalimat dan unit-unit lebih kecil, dan sistem suara (fonologi), serta sistem tulisan. Fair¬clough menandai semua itu sebagai ‘analisis linguistik’, walaupun hal itu menggunakan istilah dalam pandangan yang diperluas. Ada beberapa bentuk atau sifat teks yang dapat dianalisis dalam membongkar makna melalui dimensi tekstual, di antaranya dengan melihat penggunaan kohesi, koherensi, diksi, dan struktur kalimat.
2. Dimensi Kewacanan (Mesostruktural)
Dimensi kedua yang dalam kerangka analisis wacana kritis Norman Fairclough ialah dimensi ke¬wacanaan (discourse practice). Dalam analisis dimensi ini, penafsiran dilakukan terhadap pe¬mrosesan wacana yang meliputi aspek peng¬hasilan, penyebaran, dan penggunaan teks. Be¬berapa dari aspek-aspek itu memiliki karakter yang lebih institusi, sedangkan yang lain berupa proses-proses penggunaan dan pe¬nyebaran wacana. Berkenaan dengan proses-proses insti¬tusional, Fairclough merujuk rutini¬tas institusi seperti prosedur-prosedur editor yang dilibat¬kan dalam penghasilan teks-teks media. Praktik wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Hal ini berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat jaringan kerja wartawan dengan sesama pekerja media lainnya; pola kerja media sebagai institusi, seperti cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam media. Fairclough mengemukakan bahwa analisis kewacananan berfungsi untuk mengetahui proses produksi, penyebaran, dan penggunaan teks. Dengan demikian, ketiga tahapan tersebut mesti dilakukan dalam menganalisis dimensi kewacanan.
3. Dimensi Praktis Sosial-Budaya (Makrostruktural)
Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosio¬budaya media dalam analisis wacana kritis Norman Fairclough merupakan analisis tingkat makro yang didasarkan pada pendapat bahwa konteks sosial yang ada di luar media se¬sungguhnya memengaruhi bagaimana wacana yang ada ada dalam media. Ruang redaksi atau wartawan bukanlah bidang atau ruang kosong yang steril, tetapi juga sangat ditentukan oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri. Praktik sosial-budaya menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai dan identitas) yang juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya. Pembahasan praktik sosial budaya meliputi tiga tingkatan Tingkat situasional, berkaitan dengan produksi dan konteks situasinya Tingkat institusional, berkaitan dengan pengaruh institusi secara internal maupun eksternal. Tingkat sosial, berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan. Tiga level analisis sosiocultural practice ini adalah situasional, institusional, dan sosial.
Bahasa menyumbang proses domi¬nasi ter¬hadap orang lain oleh pihak lain, demikian menurut Fairclough.
Terkait pernyataan tersebut, Halliday juga menyatakan bahwa sesungguhnya bahasa bukan hanya terdiri atas kalimat, melainkan juga terdiri atas teks atau wacana yang di dalamnya terdapat tukar-menukar maksud dalam konteks interpersonal antara satu dengan yang lain. Konteks dalam tukar me¬nukar maksud itu tidak bersifat kosong dari nilai sosial, tetapi sangat dipengaruhi oleh konteks sosial budaya masyarakatnya. Dalam memahami wacana (naskah/teks), kita tidak dapat melepaskan diri dari konteks. Untuk menemukan ”realita” di balik teks, diperlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang memengaruhi pembuatan teks karena sebuah teks tidak lepas akan kepentingan yang yang bersifat subjektif.
Faiclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah alat yang dapat kita gunakan untuk melihat bahwa bahasa adalah media pertarungan antarkelompok yang mengajukan ideologinya masing-masing. Analisis Wacana melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana dipandang menyebabkan hubungan yang saling berkaitan antara peristiwa yang bersifat melepaskan diri dari dari sebuah realitas, dan struktur sosial.
Berikut ini adalah wacana yang dilontarkan oleh Ahok di Kepulauan Seribu saat berbicara mengenai keberlangsungan program pemberdayaan kerapu.
"Jadi nggak usah pikiran,'ah... nanti kalo nggak kepilih pasti Ahok programnya bubar', nggak! Saya (Ahok) masih terpilih sampai Oktober 2017. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak pilih saya (Ahok), ya kan! Dibohongin pake surat Al Maidah ayat 51, macem-macem itu, itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu nggak bisa milih nih,'karena saya (bapak ibu) takut masuk neraka', dibodohin gitu ya, nggak apa-apa"