opini

Inilah Lelucon Terbaik di Bisnis LNG Indonesia

Selasa, 12 September 2017 | 05:13 WIB
images_berita_Sept17_TIM-Lelucon

Jakarta, Klikanggaran.com (12/9/2017) - Publik di Indonesia baru paham apa yang terjadi paska penandatanganan Heads Of Agreement (HOA) antara PT PLN dengan perusahaan Singapura Keppel Offshore and Marine dan Pavilion Energy Ltd tanggal 7 September 2017 di Singapore. Momen tersebut bersamaan dengan kunjungan kenegaran Presiden Jokowi dengan rombongan dalam acara memperingati 50 tahun hubungan diplomatik yang sudah terbangun antara Indonesia dan Singapore.

Menjadi agak benar ketika sebelumnya Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan,  mengatakan bahwa kerja sama ini ada politiknya (6/9/2017). Sehingga setelah tertunda 5 hari dari penandatanganan HOA di Singapore, baru kemarin PLN resmi memberikan keterangan pers di depan berbagai media ibukota, diwakili oleh Direktur Pemasaran Wilayah Jawa, Amir Rosidin, bukan oleh Direktur Pemasaran PLN Wilayah Sumatera PLN. Padahal media di Singapore sudah memberitakannya sejak tanggal 7 September.

Walaupun ada beda isi penjelasan antara yang disampaikan oleh Direksi PLN dengan CEO Pavilion Energy Ltd, Seoh Moon Ming, ya sudahlah, kita percaya saja saat ini baru HOA untuk melakukan study bersama selama 6 bulan untuk kajian efisiensi suplai LNG untuk kebutuhan MPP (Mobil Power Plant) pembangkit PLN skala 25 MW di wilayah Tanjung Pinang dan Natuna. Bukan sampai pulau Nias seperti dikatakan Menko Kemaritiman.

Tetapi, sebaiknya kita perlu mengetahui, kenapa hal ini bisa terjadi? Sebagai sebuah negara yang pernah menjadi produsen terbesar LNG di dunia, akhirnya harus menunjuk traders Singapore untuk melakukan kajian ini.

Sudah sekitar 10 tahun yang lalu, Singapura dengan cerdik melakukan usaha untuk membangun terminal LNG dan regasifikasi. Pada saat itu, tidak ada satu pun negara, termasuk Indonesia, yang mau bekerja sama untuk memasok LNG.

Namun, dengan keuletan dan kegigihan serta kearifan Singapura sebagai negara kecil namun mempunyai infrastruktur perdagangan yang lengkap plus letak negara tersebut yang strategis, maka Singapura akhirnya berhasil membangun terminal LNG.

Terminal LNG ini dibangun awalnya bertujuan untuk memasok gas di jaringan gas di negeri tersebut. Maka sebagai negara yang miskin sumber daya alam, Singapura sangat bergantung pasokan migas  dari negara lain. Indonesia adalah penyuplai terbesar gas ke negara tersebut lewat pipa bawah laut dari lapangan Natuna dan Lapangan Grissik Sumatera Selatan. Oleh karena itu, kebijakan diversifikasi sumber energi merupakan strategi yang tepat dan harus konsisten dijalankan oleh negara Singapore.

Pemerintah Singapura, melihat semuanya itu sebagai tantangan sekaligus peluang bisnis yang  luar biasa. Sehingga pemerintahnya memberikan insentif dan jaminan-jaminan yang diperlukan bagi perusahaan-perusahaan yang mau membangun fasilitas diversifikasi sumber energi, tidak seperti di tempat kita, "kalau bisa dipersulit, untuk apa dipermudah"? Hal itulah salah satu yang membuat pengusaha kita menjadi tidak efisien, karena banyak kena "jatah uang preman".

Meski tidak ekonomis awalnya bagi pengusaha di Singapore, karena tidak ada "base load quantity" sebagai jaminan investasi, namun karena intervensi positif pemerintahnya, jadilah Singapura membangun terminal LNG. Terminal LNG di Jurong dilengkapi dengan dua tanki raksasa dan sudah selesai dibangun serta sudah dioperasikan. Bahkan, Singapura juga merencanakan pembangunan terminal kedua yang juga akan dilengkapi dengan dua tanki.

Singapura paham bahwa negara-negara di sekitarnya akan membutuhkan LNG di masa depan. Oleh karena itu, mereka membangun kapasitas tangki yang jauh melebihi kebutuhan diversifikasi sumber energi yang dibutuhkan. Keberanian Singapura menyiapkan logistik penyimpanan LNG semacam ini juga dikarenakan adanya pola konsumsi yang mengikuti musim di negara industri di Asia Pasifik. Tingginya permintaan LNG di musim dingin ini akan memicu kenaikan harga LNG. Sehingga harga LNG yang disimpan di Singapore ini di pasaran spot bisa bersaing harganya dengan LNG berasal dari Timur Tengah dan Australia termasuk juga yang dari Indonesia.

Penjualan spot kargo di musim dingin ini tentunya juga dilihat oleh para pebisnis di Singapura, yang dengan sangat cermat sebagai mitigasi untuk menutup biaya base load pembangunan tangki penyimpanan di negara tersebut. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila Singapura kemudian menawarkan kelebihan kapasitas fasilitas penyimpanan LNG ini kepada negara-negara dengan empat musim. Korea Selatan dan Jepang menjadi negara-negara yang diharapkan mau bekerja sama.

Namun demikian, sungguh mengejutkan manakala Singapura kemudian menawarkan fleksibilitas semacam itu kepada Indonesia, sang produsen LNG yang di masa lampau pernah menjadi produsen LNG terbesar di dunia???? Lebih mengejutkan lagi kalau kita paham bahwa Indonesia sudah memiliki fasilitas penyimpanan semacam itu di Arun Lhok Seumawe Aceh????

Perlu disimak juga bahwa Pavillion Energy LNG justru juga mempunyai MOU dengan Pertamina untuk pembelian LNG dari Pertamina. Sungguh, ini lelucon terbaik di bisnis LNG Indonesia, apabila suatu saat nanti PLN berdasarkan hasil kajian yang sedang dibuat akan membeli LNG dari perusahan Singapura, dan LNG tersebut sebenarnya dipasok oleh Pertamina.

Seperti diketahui selama ini, bahwa PLN sebenarnya adalah perusahaan yang sangat sulit diajak bernegosiasi. Tidak jarang PLN melakukan tindakan "walk out" dengan pihak lain dalam berbisnis. Mereka juga tidak sungkan-sungkan membatalkan kesepakatan dagang meskipun dengan sesama BUMN seperti dengan Pertamina atau PGN. Namun demikian, saat ini PLN terkesan seperti dicucuk hidungnya. Mau melakukan kesepakatan dengan Keppel Ofshore and Marine dan Pavillion LNG. Mengapa ini bisa terjadi? Biar Jenderal Nagabonar yang menjawab.

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB