opini

GNNT, Program Bank Cari Keuntungan dari Uang Receh?

Selasa, 19 September 2017 | 02:35 WIB
images_berita_Sept17_TIM-Receh

Jakarta, Klikanggaran.com (19/9/2017) - Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan oleh pemerintah untuk bertransaksi melalui sistem e-money (uang elektronik) akan berjalan 100% dari awal Oktober mendatang dalam sistem pembayaran gerbang tol. Upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat tanpa uang tunai (cashless society) dinilai akan mengambil keuntungan besar dari hasil potongan biaya pada saat isi ulang (fee top up) uang elektronik yang dibebankan kepada masyarakat. Demikian disampaikan oleh Adri Zulpianto, S.H., Koordinator Kajian dan Riset, Lembaga Kajian dan Analisis Keterbukaan Informasi Publik (KAKI PUBLIK), Jakarta, Selasa (19/9/2017).

Berikut ulasan selanjutnya seperti yang disampaikan Adri pada Klikanggaran.com :

Program pemerintah mencanangkan cashless society sejalan dengan fenomena digital saat ini, mengingat tingkat efisiensi dan keamanan, serta kenyamanan bertransaksi melalui sistem uang kartu itu lebih terjaga. Dalam hal ini, pemerintah juga sudah diuntungkan.

Ketika program cashless money tersebut berjalan dengan transaski uang elektronik, para pelaku ekonomi seperti BI dan Bank Umum telah diuntungkan. Beberapa profit yang akan didapatkan jika transaksi menggunakan e-money di antaranya adalah, transaksi oleh pelaku ekonomi menjadi praktis dan efisien.

Selain itu, biaya cetak uang kartal BI akan berkurang. Uang palsu, uang lusuh/tidak layak edar akan menurun drastis, dan bagi bank umum tidak perlu membayar bunga kepada pemegang uang elektronik karena tidak berbunga. Sehingga bank lebih leluasa menginvestasikan likuiditas dalam bentuk uang elektronik tersebut.

Namun, yang disayangkan adalah, jika pengsisian ulang uang elektronik ini masih akan dikenakan fee (fee top up), maka ini menciderai upaya mendorong cashless society. Justru fee top up yang dibebankan kepada masyarakat menjadi kontra produktif.

Jika memang pihak bank ingin mengambil keuntungan lewat fee top up e-money tersebut, sebaiknya pihak bank membebankan kepada merchant yang bekerja sama dengan bank yang dimaksud.

Karena, e-money ini akan digunakan untuk transaksi transportasi dan ada merchant yang melakukan top up e-money di tempat lain selain di bank, maka yang diperhitungkan adalah pihak bank dan merchant yang bersangkutan, jangan dibebankan kepada masyarakat.

Tidak layak jika bank yang melakukan pengisian ulang e-money dengan gratis dianggap suatu prestasi, karena memang seharusnya begitulah pihak bank memperlakukan nasabah di bank tersebut. Jadi, tidak perlu ada fee dalam setiap pengisian ulang e-money yang dibebankan kepada masyarakat.

Selain itu, ongkos produksi kartu uang elektronik tersebut sudah dibebankan konsumen ketika akan menjadi nasabah, yaitu beban biaya administrasi per bulan sebesar Rp5.000 sampai Rp15.000.

Dengan biaya Rp5.000 untuk biaya administrasi kartu/bulan, kemudian dikalikan dengan 1 juta orang nasabah saja misalnya, maka bank sudah mendapatkan uang sebesar Rp 5 milyar per bulan.

Seharusnya perbankan ikut berkontribusi mendorong cashless system dengan tidak mengenakan fee. Dan, yang perlu diingat adalah, program GNNT ini memaksa masyarakat pengguna jalan tol untuk menggunakan e-money, dan masyarakat pengguna jalan tidak diberikan pilihan untuk cash lagi, semua harus menggunakan e-money.

Maka kebijakan penarikan fee itu tidak tepat. Selain menjadi disinsentif dari upaya mendorong cashless, perbankan sendiri saat ini dalam posisi profit yang tinggi, net interest margin rata-rata tinggi, begitu pula biaya operasional rata-rata perbankan juga tinggi, sehingga terlalu berlebihan jika harus kenakan fee lagi.

Protes dari masyarakat maupun pengamat mengenai kebijakan GNNT ini pun akan dirasa sangat rasional, karena jika rencana pengenaan fee tersebut jadi dibebankan kepada masyarakat, maka akan menjadi kontra bagi upaya cashless society yang sedang dilakukan. Bisa jadi, antusias masyarakat untuk menggunakan transaksi nontunai melemah gara-gara ide yang aneh ini.

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB