KLIKANGGARAN --Kebijakan Kang Dedi Mulyadi (KDM) memasukkan anak bermasalah ke barak TNI memantik pro-kontra. Tak sedikit pihak yang mengkritik langkah Gubernur Jawa Barat ini, termasuk Komnas HAM.
Komnas HAM menilai pendidikan kewarganegaraan bukanlah kewenangan TNI. Lembaga ini pun mendorong agar kebijakan tersebut dievaluasi ulang.
Senada dengan itu, Ita Rahmawati, Wakil Pimpinan Wilayah Muslimat NU DKI Jakarta, lewat NU Online mengingatkan bahwa sistem pendidikan ala militer perlu kajian mendalam.
Menurutnya, karakter tiap anak unik, dan peran keluarga justru krusial dalam pembentukannya.
Bukan Sekadar Pelatihan Militer
KDM menegaskan program ini bukan pendidikan militer, melainkan pembinaan karakter berbasis materi umum.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Brigjen Wahyu Yudhayana, Kadispen TNI AD, kepada Tempo.
Ia menjelaskan, peserta akan mengikuti kelas reguler dengan materi seperti bimbingan konseling, wawasan kebangsaan, hingga outbound.
Latihan baris-berbaris dan kedisiplinan hanyalah sebagian kecil dari kurikulum.
Tapi, Apakah Ini Solusi Tepat?
Pertanyaan mendasarnya: siapa akar masalah kenakalan anak? Apakah diri si anak, lingkungan, atau justru keluarganya?
Jika keluarga adalah sumber masalah, bukankah anak akan kembali ke "lingkungan bermasalah" usai pelatihan?
Di sinilah pernyataan Bu Ita tentang "barak keluarga" menemukan relevansinya. Orang tua, katanya, harus menciptakan rumah sebagai ruang nyaman tempat anak berbagi keluh kesah.
Ia menekankan pentingnya pendidikan agama dan etika sejak dini, serta pergaulan yang sehat bagi anak. Guru pun diajak berperan aktif membangun komunikasi dengan murid.