KLIKANGGARAN -- Draft rancangan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan melarang publikasi persidangan secara langsung ( live ) perlu dipertimbangkan secara hati-hati agar tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Pertama, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dalam Pasal 4 Ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh Informasi Publik, sementara Pasal 9 Ayat (1) mewajibkan Badan Publik mengumumkan informasi tersebut secara berkala.
Pelarangan siaran persidangan dapat dianggap melanggar hak ini, kecuali jika persidangan tersebut termasuk kategori pengecualian informasi publik, seperti alasan moral, keamanan negara, atau perlindungan privasi korban.
Baca Juga: Ternyata Ini Sosok Nyata di Balik Lagu 'Kupu-Kupu Malam' yang Diciptakan Mendiang Titiek Puspa
Kedua, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur prinsip sidang terbuka. Pasal 13 Ayat (1) menyatakan bahwa semua sidang pengadilan harus terbuka untuk umum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Pasal 13 Ayat (2) menegaskan bahwa putusan pengadilan hanya sah jika diucapkan dalam sidang terbuka, dan Pasal 14 Ayat (3) menyatakan pelanggaran terhadap ketentuan ini berakibat putusan batal demi hukum.
Namun, sidang tertutup diperbolehkan dalam kasus tertentu, seperti sengketa terkait ketertiban umum, keselamatan negara (merujuk Pasal 70 Ayat (2) UU PTUN), atau pemeriksaan gugatan perceraian berdasarkan Pasal 80 Ayat (2) UU Peradilan Agama.
Ketiga, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam Pasal 4 Ayat (2) melarang penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran terhadap pers nasional.
Pelarangan siaran sidang tanpa dasar hukum yang jelas dapat dianggap bertentangan dengan kebebasan pers.
Namun, penting dicatat bahwa pengecualian berlaku untuk kasus yang melibatkan anak, kekerasan seksual, atau rahasia negara, di mana sidang dapat ditutup dan tidak disiarkan.
Prinsip utamanya adalah persidangan harus tetap terbuka untuk umum, termasuk melalui siaran langsung, sebagai wujud transparansi peradilan.
Baca Juga: Innalillahi, Penyanyi Legendaris Titiek Puspa Meninggal Dunia, Ini Penyebabnya
Pelarangan publikasi hanya boleh dilakukan jika ada dasar hukum spesifik atau keputusan hakim yang sah, misalnya untuk melindungi privasi, keamanan nasional, atau kepentingan khusus lainnya.
Kebijakan ini harus menyeimbangkan hak masyarakat atas informasi, kebebasan pers, dan perlindungan terhadap pihak-pihak rentan.