Penulis: Nursalim Ramli
KLIKANGGARAN --- Pasca-KPU menetapkan pasangan calon pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Sulawesi Selatan (Sulsel), Insya Allah, sesuai agenda KPU dalam waktu dua atau tiga bulan ke depan akan terjadi pergantian pimpinan daerah secara serentak di Sulsel, dalam hal ini, Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Pergantian pimpinan daerah, khususnya di 24 kabupaten dan kota diharapkan dapat menjadi problem solving serta harapan baru bagi masyarakat Sulawesi Selatan atas berbagai problem yang dihadapi masyarakat, khususnya masalah lapangan kerja, kemiskinan, banjir, dan lain sebagainya.
Realisasi visi-misi, program unggulan, serta janji politik kepala daerah terpilih saat kampanye sangat dinantikan oleh masyarakat.
Optimisme masyarakat kepada pimpinan baru untuk melakukan perbaikan atas masalah yang dihadapi selama ini sangat tinggi.
Namun, dengan kondisi global dan ekonomi nasional yang berjuang saat ini, dipastikan tidak mudah untuk mewujudkannya.
Kepala daerah terpilih dihadapkan pada tantangan yang cukup berat dengan kondisi fiskal yang tidak stabil.
Kondisi tersebut berimplikasi terhadap munculnya sejumlah masalah yang cukup kompleks dan berdimensi luas menyentuh seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat.
Bila dicermati problem dan tantangan tersebut, dalam diskusi terbatas dengan teman-teman saat penulis masih aktif sebagai ASN, disimpulkan bhwa kepala daerah terpilih menghadapi tiga bencana besar, yaitu: (1) Bencana sosial dalam aspek sosial ekonomi, seperti masalah lapangan kerja, kemiskinan, dan tengkes; (2) Bencana alam, di mana banjir terjadi di sejumlah daerah; dan (3) Bencana fiskal yang cukup serius dan mematikan.
Bencana fiskal memengaruhi kapasitas APBD sejak 2022. APBD dalam implementasinya tidak lagi berbasis pada perencanaan, tetapi berbasis kas.
Angka-angka pendapatan dan belanja yang tertulis dalam APBD tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan. Tingkat akurasinya sangat rendah. Tergantung dari ketersediaan kas.
Anomali APBD tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain proyeksi pendapatan yang sudah dipatok dalam APBD capaiannya tidak maksimal.
Target PAD juga tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena tingkat realisasinya sangat rendah.
Bahkan terkadang hanya dijadikan sebagai angka-angka taktis yang bersifat administratif agar postur APBD seimbang antara belanja dan pendapatan.