Dalam novel Samani karya Ayu Utami, saya belajar bagaimana perempuan yang selama ini diabaikan, akhirnya diberi kesempatan untuk didengarkan. Saya juuga terinspirasi oleh cara feminism tidak hanya mengkritik soal-menyoal pekerjaan, namun juga menawarkan solusi untuk menghadirkan sosok perempuan tangguh.
Hal ini mendorong saya untuk melihat sastra daru sudut pandanga baru, dan bertanya pada diri sendiri: Apakah suara perempuan didengar? Apakah perempuan mampu berkembang?
Dengan cara ini, feminism dalam sastra membantu saya untuk lebih kritis terhadap narasi yang sering kali bersifat eksis.
Sejarah sastra, kritik sastra, dan juga feminism telah mengubah cara kita memandang sastra dan dunia. Ketiga hal tersebut tidak hanya menjadi bahan kajian akademisi, namun juga pelajaran hidup yang membantu saya memahami bagaimana karya sastra dapat menjadi sebuah refleksi, kritik, dan sarana perubahan.
Melalui tulisan ini saya ingin menekankan bahwa kajian sastra tidak hanya sekedar membaca cerita, tapi juga pengetahuan tentang manusia dan masyarakat dalam berbagai dimensi. Sebagai ulasan sastra Indonesia, saya merasa bertanggung jawab untuk terus menjaga sastra dalam kehidupan modern. Melalui pembacaan kritis dan evaluasi terhadap karya-karya yang memberikan suara bagi mereka yang selama ini dibungkam.
Penulis: Gempar Aji (Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Pamulang)