Empat Rekomendari FSGI Atas Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan, 69 Persen Korban Anak Laki-laki

photo author
- Sabtu, 10 Agustus 2024 | 17:14 WIB
Ada 16 bentuk kekerasan seksual menurut Peraturan Menteri Agama N0. 73 tahun 2022.
Ada 16 bentuk kekerasan seksual menurut Peraturan Menteri Agama N0. 73 tahun 2022.

KLIKANGGARAN -- Data yang disampaikan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) cukup mengkhawatirkan. FSGI mencatat ada 8 kasus kekerasan seksual (KS) yang terjadi di lembaga pendidikan, terhitung Januari sampai Agustus 2024, artinya setiap bulan setidaknya ada 1 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Lembaga Pendidikan.

Data yang disampaikan FSGI mencatat bahwa dari 8 kasus KS, 62,5% atau 5 kasus terjadi di Lembaga Pendidikan di bawah Kementerian Agama dan 3 kasus terjadi di satuan pendidikan berasrama. Sedangkan 37.5% kasus terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama. Adapun 62,5% kasus terjadi jenjang pendidikan SMP/MTs/Ponpes dan 37,5% kasus KS terjadi di jenjang pendidikan SD/MI.

DAta yang dicemati FSGI menunjukkan bahwa dari 8 kasus KS yang semua dalam proses hukum, ada 11 pelaku dengan korban mencapai 101 anak di bawah umur. Adapun korban KS di satuan pendidikan, ternyata anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan, dari 101 korban, 69% anak laki-laki dan 31% anak perempuan. Adapun pelaku KS 72% adalah guru laki-laki dan 28% murid laki-laki.

Sedangkan wilayah kejadian KS terdiri dari 8 kabupaten/kota di 6 provinsi, yaitu kota Jogjakarta dan kabupaten Gunung kidul (DIY), kabupaten Gorontalo (Gorontalo), kota Palembang (Sumatera Selatan), kabupaten Bojonegoro dan Gresik (Jawa Timur), Kabupaten Agam (Sumatera Barat), dan kabupaten Karawang (Jawa Barat).

Kasus Kekerasan Seksual Di Satuan Pendidikan Berasrama

Dalam catatan FSGI sepanjang 2024, kasus kekerasan di lembaga pendidikan berasrama kembali terjadi di sekolah berasrama. Kali ini terjadi di 3 Pondok pesantren, yaitu sebagai berikut:

(1) Pondok Pesantren MTI di kabupaten Agam (Sumatera Barat) dengan anak korban mencapai 40 satri dan pelaku 2 oknum pendidik, salah satunya pengasuh asrama. Modusnya, anak korban dipanggil ke kamar pelaku untuk memijat yang kemudian anak korban di cabuli.

(2) Pondok Pesantren AI di kabupaten Karawang (Jawa Barat) dengan anak korban mencapai 20 santriwati dan pelaku adalah pengasuh/guru . Modusnya adalah memberi sanksi santriwati dengan membuka pakaian dan diraba payudaranya saat sedang mengaji.

Seharusnya, pendisiplinan dilakukan oleh Guru perempuan/ustadzah jika satriwati dan sanksi harusnya yang mendidik bukan merendahkan dan melecehkan. Pelaku sempat memberikan klarifikasi di media bahwa tidak ada kekerasan seksual di lembaga pendidikannya, namun setelah itu pelaku malah buron, kemungkinan pelaku melarikan diri setelah tahu ada pelaporan ke pihak kepolisian.

(3) Pondok Pesantren di Dukun, Kabupaten Gresik (Jawa Timur) dengan 1 anak korban yang merupakan santriwati di Ponpes tersebut yang dititipkan pemerintah daerah untuk melanjutkan pendidikan setelah mengalami kekerasan seksual dari tetangganya tahun 2021 ketika berusia 13 tahun. Namun, saat dititipkan di Ponpes ini diduga kuat malah mendapatkan kekerasan seksual dari Pelaku yang merupakan Kyai yang juga pendidik di Ponpes tersebut. Kasus dalam proses penyelidikan oleh kepolisian.

Rekomendasi

1. FSGI mengecam tindak kekerasan seksual pada anak yang terjadi di lembaga pendidikan;

2. FSGI mendukung kepolisian memperoses kasus kasus kekerasan seksual terhadap anak dan mengingatkan penggunaan UU Perlindungan Anak. Ketika pelaku adalah guru/pendidik/pengasuh maka hukuman dapat diperberat 1/3 karena pendidik merupakan orang terdekat korban. Pelaku hatus dihukum maksimal atau seberat beratnya sesuai peraturan perundangan. Korban juga dipastikan mendapatkan hak pemulihan psikologi serta restitusi;

3. FSGI mendorong Kementerian Agama bertindak tegas terhadap satuan Pendidikan di bawah kewenangannya sesuai peraturan perundangan. Jangan berhenti disitu saja, Kemenang harus segera mengevaluasi satuan pendidikan tersebut. Juga memastikan anak-anak terlindungi, dan terpenuhi hak atas pendidikannya, juga pemulihan psikologinya. Harus difasilitasi dicarikan satuan Pendidikan lain ketika korban hendak pindah/mutasikarena trauma;

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: rilis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X