(KLIKANGGARAN) - Kasus dugaan korupsi kuota haji kembali menjadi sorotan publik. Selain nilai kerugian negara yang ditaksir besar, penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dinanti masyarakat.
KPK menyebutkan, kerugian negara akibat dugaan penyimpangan pembagian kuota haji tambahan tahun 2023-2024 diperkirakan mencapai Rp1 triliun. Namun, angka ini masih bersifat sementara.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa hasil final baru bisa diketahui setelah adanya audit resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Terkait dengan jumlah kerugian ini belum final waktu itu. Hanya penghitungan kasar,” ujar Asep dalam keterangan resmi, Kamis 2 Oktober 2025.
Menurut Asep, koordinasi dengan BPK terus dilakukan untuk memastikan hitungan kerugian negara lebih akurat. Hasil audit tersebut juga akan menjadi dasar penting sebelum KPK mengumumkan tersangka.
“Jadi nanti untuk pastinya, tentunya pada saat nanti dilakukan upaya paksa penahanan biasanya sudah selesai perhitungan kerugian keuangan negaranya,” kata Asep.
Awal Mula Kuota Tambahan
Kasus ini bermula dari kebijakan Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, yang menetapkan kuota haji tambahan 20.000 orang. Berdasarkan Kepmenag RI Nomor 130 Tahun 2024, kuota tersebut dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Namun, skema tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam aturan itu, tambahan kuota seharusnya diberikan 92 persen kepada jemaah reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Praktiknya justru terjadi pergeseran besar kuota ke jemaah haji khusus. Padahal, tambahan dari pemerintah Arab Saudi dimaksudkan untuk mempercepat antrean panjang jemaah reguler.
Dugaan Lobi dan Suap