2. Penundaan Pajak 0,5 Persen untuk Pedagang Online
Dalam kesempatan yang sama, Purbaya mengumumkan penundaan penerapan pajak penghasilan (PPh) 0,5 persen untuk pedagang online di e-commerce.
Menurutnya, keputusan tersebut diambil karena munculnya gelombang penolakan terhadap kebijakan tersebut.
“Ini kan baru ribut-ribut kemarin nih. Kita tunggu dulu deh, paling enggak sampai kebijakan penempatan uang pemerintah Rp200 triliun di bank, kebijakan untuk mendorong perekonomian, mulai kelihatan dampaknya. Baru kita akan pikirkan nanti,” kata Purbaya.
Meski ditunda, ia memastikan bahwa sistem perpajakan digital sudah sepenuhnya siap dijalankan.
“Ini kami sedang ngetes sistemnya ya. Sudah bisa diambil, uangnya sudah bisa diambil, beberapa sudah diambil ya, jadi sistemnya sudah siap, tapi yang jelas sistemnya sudah siap sekarang,” jelas Purbaya.
Kebijakan ini disebut sebagai langkah hati-hati agar daya beli masyarakat tidak terganggu sebelum sistem ekonomi baru pemerintah benar-benar berjalan stabil.
3. Tegas Tolak Tax Amnesty
Dalam kesempatan lain, Purbaya menegaskan penolakannya terhadap penerapan program pengampunan pajak atau tax amnesty.
Ia menilai kebijakan tersebut justru bisa memunculkan moral hazard dan mengikis kredibilitas sistem perpajakan nasional.
“Kalau amnesti berkali-kali, gimana jadi kredibilitas amnesti, itu memberikan sinyal kepada pembayar pajak bahwa boleh melanggar, nanti ke depan-depan ada amnesti lagi. Kira-kira begitu,” ujar Purbaya di kantor Kemenkeu Jakarta pada 19 September 2025.
“Kalau tax amnesty setiap berapa tahun, nanti semua nyelundupin duit, 3 tahun lagi buat tax amnesty. Jadi, message-nya kurang bagus untuk saya, sebagai ekonom, sebagai menteri. Kita lihat seperti apa ke depannya,” imbuhnya.
Dengan tiga kebijakan tersebut, Purbaya mulai memperlihatkan arah baru pengelolaan fiskal di bawah pemerintahan Presiden Prabowo yang menekankan efisiensi, keadilan, dan keberpihakan kepada masyarakat kecil.**