(KLIKANGGARAN) – Prancis diguncang demonstrasi besar bertajuk Block Everything atau “Blokir Semuanya” yang digelar di berbagai kota. Aksi ini merupakan bentuk perlawanan warga terhadap kebijakan Presiden Emmanuel Macron.
Awalnya, seruan aksi muncul dari unggahan di Facebook sebelum kemudian menyebar luas hingga menarik hampir 200 ribu orang ke jalan. Data AFP menyebut, jumlah massa mencapai 197.000 orang.
“Kami ingin layanan publik yang efektif, pajak lebih tinggi untuk orang kaya, pajak lebih kecil untuk orang miskin, serta distribusi kekayaan yang lebih adil,” ujar Jean-Baptiste, salah satu demonstran berusia 30 tahun, dikutip AFP, Kamis, 11 September 2025.
Gelombang protes ini dipicu oleh pemotongan layanan sosial dan kebijakan penghematan yang dianggap semakin menekan kelas menengah.
Kondisi itu kian pelik karena Uni Eropa menekan Prancis agar menurunkan defisit anggaran, yang kini hampir dua kali lipat batas 3 persen, sementara utang publik sudah tembus 114 persen dari PDB.
Selain faktor ekonomi, penunjukan Sebastien Lecornu sebagai Perdana Menteri baru juga memperuncing kemarahan publik. Lecornu diketahui merupakan loyalis Macron sejak 2017, sehingga penunjukannya dianggap memperlihatkan arogansi politik.
Baca Juga: MUI Tak Boleh “Berselingkuh” dengan Kekuasaan
“Penting mengambil tindakan sekarang juga. Macron tidak peduli dengan rakyat Prancis,” ucap Marie, seorang pengunjuk rasa, dikutip dari laporan yang sama.
Ia menilai langkah menunjuk PM dari lingkaran loyalis tanpa membuka ruang dialog dengan oposisi memperkeruh suasana. “Sulit menerima hal itu bahkan sebelum ada pertemuan resmi dengan pemimpin partai,” tambahnya.
Menurut Al Jazeera, Kamis, 11 September 2025, teriakan “Macron harus mundur!” pun menggema di tengah kerumunan. “Sama saja masalahnya, Macron lah masalahnya, bukan para menteri. Dia harus mundur!” tegas Fred, demonstran lain.
Baca Juga: Kemlu Pastikan 57 WNI di Nepal Aman, Siapkan Opsi Pemulangan setelah Bandara Tribhuvan Dibuka
Meski di beberapa kota aksi berlangsung damai, bentrokan pecah di Paris. Polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa.
Akibatnya, hampir 200 orang ditangkap di ibu kota, sementara Kementerian Dalam Negeri mencatat total ratusan orang diamankan di berbagai kota, dengan 415 di antaranya masih ditahan.**
Artikel Terkait
Charlie Kirk Tewas Ditembak saat Acara Debat, Tambah Daftar Panjang Korban Kekerasan Politik AS 15 Tahun Terakhir Termasuk Trump
G20 Afrika Selatan: Wamenpar Bawa Isu Pariwisata Berkelanjutan dan Inklusif
Dunia Berduka atas Kematian Charlie Kirk: Trump Sebut Momen Gelap, Kanada hingga Italia Ingatkan Ancaman bagi Demokrasi