Menurutnya, pemberian burger atau spageti pada siswa Indonesia justru memperkuat ketergantungan pada bahan impor seperti gandum.
Ia bahkan menyindir penyedia MBG yang terkesan sembarangan dalam memilih bahan.
“Saya aja nista bilang itu daging olahan, saya nggak tahu itu produk apaan. Rasanya kayak karton, warnanya pink, lalu anak-anak disuruh DIY, astaga,” ujar Tan.
Program MBG di Persimpangan Jalan
Rangkaian kasus keracunan dan kritik soal menu memperlihatkan celah serius dalam manajemen MBG, mulai dari standar dapur, distribusi, hingga pilihan makanan.
Baca Juga: Disporapar Bakal Gelar Napak Tilas Sejarah Islam Tana Luwu, Sekda Jumal; Kenapa Baru Sekarang?
Di tengah cita-cita besar memperbaiki gizi anak bangsa, program ini kini dihadapkan pada ujian berat: apakah akan berbenah dengan pendekatan yang berkelanjutan, atau terus tersandung oleh insiden demi insiden yang menggerus kepercayaan publik.**