Menanggapi keresahan yang muncul dari kelompok advokasi, Eddy memastikan seluruh aturan turunan KUHP sudah rampung, termasuk tiga Peraturan Pemerintah yang menjadi instrumen teknis pelaksanaan.
“Dan yang ketiga adalah Peraturan Pemerintah tentang komutasi pidana. Itu semua sudah selesai dilakukan,” jelasnya.
Dua PP lainnya mengatur pedoman mengenai keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) serta ketentuan pemidanaan dan tindakan. Meski demikian, kritik dari masyarakat sipil tetap mengemuka, terutama terkait potensi multitafsir dalam peraturan daerah.
Salah satu sorotan berasal dari Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan: Masih Ada Perda Problematis
Dalam laporan resmi Juli 2025, Komnas Perempuan menyoroti 103 perda yang dinilai mengandung kriminalisasi berlebih dan tidak sejalan dengan semangat pembaruan hukum.
"Komnas Perempuan juga mengingatkan potensi kerentanan korban KDRT dan kekerasan seksual jika living law diserap tanpa parameter jelas," demikian laporan tersebut.
Komisi tersebut juga mengungkap bahwa di beberapa daerah masih terdapat perda terkait isu kohabitasi yang tidak dijadikan delik aduan, memunculkan kekhawatiran baru bagi warga.
Debat Akan Terus Bergulir
Perbincangan mengenai KUHP baru diperkirakan masih panjang, terutama menyangkut implementasi living law, batas kewenangan daerah, dan perlindungan korban. Meski pemerintah memastikan sistem anotasi dapat menjadi benteng terhadap kriminalisasi, sebagian publik menilai pengawasan lapangan tetap menjadi faktor yang paling menentukan.**
Artikel Terkait
Draft Rancangan Revisi Kuhap yang Akan Melarang Publikasi Persidangan: Jangan Melanggar Hukum
Ketua Komisi III DPR Tegaskan KUHAP Baru Lebih Lindungi Warga, Penyadapan Wajib Izin Hakim
BEM UI Demo Tolak KUHAP Baru, DPR Tetap Sahkan dan Tetapkan Berlaku 2 Januari 2026
RUU KUHAP Resmi Jadi UU, Publik Soroti Aturan Baru Penahanan hingga Wewenang KPK