“Aku ingatkan yaa. Kamu harus jaga sikap. Gunakan Bahasa Indonesia Ini di Indonesia loh bukan di Amerika!”
“Okay!” jawab Chatrine dengan malasnya.
Kami pun menuju ke Museum Sumpah Pemuda. Aku pun baru kali ini mengunjungi museum itu. Namun semalam aku sudah membuka webnya jadi aku tidak buta ketika datang ke Museum Sumpah Pemuda.
Aku seringkali melakukan itu sebelum pergi ke suatu tempat. Mencari review dan sejarah tempat itu.
Harga tiketnya sangat murah. Cuma seribu rupiah. Chatrine pun sampai tidak mau mengambil kembaliannya.
Museumnya sederhana karena memang terlihat seperti rumah dan ternyata memang dulunya adalah temapt tinggal.
Di Museum tersebut dijelaskan semua asal muasal Sumpah Pemuda. Aku baru tahu bahwa jauh sebelum tahun 1945, para pemuda Indonesia sudah mencetuskan kemerdekaan.
Kongres-kongres yang telah dibuat oleh para pemuda pada waktu itu sungguh menyentuhku. Bahkan Chatrine pun mulai terbuka pemikirannya.
“Wow hebat, ya, mereka!” kagum Chatrine.
Ya para pemuda pada waktu itu sangat luar biasa. Bayangkan begitu luasnya dan beribu-ribu pulau yang ada, para pemuda ingin meyatukan bangsa dengan berbagai perjuangannya. Akhirnya mereka Bersatu dan menyatakan sumpahnya untuk Indonesia.
Mereka bersumpah bahwa mengakui Tanah Indonesia, berbangsa Indonesia, dan menjunjung tinggi Bahasa Indonesia.
Berkat perjuangan mereka banyaklah pejuang-pejuang lain yang semakin tumbuh dan bersemangat untuk kemerdekaan Indonesia dan akhirnya kita bisa menikmati kemerdekaan Indonesia sampai sekarang.
“Bagaimana Chatrine?” tanyaku dalam perjalan pulang.
“Awesome! Terima kasih ya Reni. Aku jadi terbuka pemikirannya dan aku akan terus coba gunakan Bahasa Indonesia ketika di sini.”
“Ya, memang seharusnya begitu. Hargai para pejuang dengan kita tetap bangga pada bangs akita dan mencintai Bahasa Indonesia.