*
Pada suatu malam udara terasa sangat panas. Karena Putri Mini merasa kegerahan, Puspa membuka jendela kamar Putri Mini. Semilir angin malam membuat Putri Mini terlelap dengan cepat. Puspa pun terlelap di kamarnya karena kelelahan setelah seharian merawat kebun.
Tengah malam angin bertiup makin kencang. Tak lama kemudian disusul dengan gerimis yang kian lama menjadi hujan lebat. Petir menyambar, geluduk menggelegar. Dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara ranting pohon patah.
Petir terus menyambar bersahutan, hujan makin deras diiringi angin badai. Puspa dan Putri Mini terbangun bersamaan oleh suara kencang. Braaak! Jendela kamar Putri Mini terlepas oleh angin dan menghantam dinding yang terbuat dari bambu.
“Ibuuuu!” Putri Mini berteriak ketakutan. Keranjang kecil tempatnya tidur terguling dan dia terlempar ke lantai tanah yang hanya dilapisi papan kayu.
“Mini!” Puspa berlari ke kamar Putri Mini dan hendak mengangkat putrinya. Namun, bersamaan dengan suara petir menggelegar, atap rumah Puspa ambruk. Sebuah pohon besar tumbang menimpa rumah Puspa, tepat di atas kepalanya. Ia terjepit di bawahnya dan tak bergerak lagi.
Putri Mini melompat dan menghampiri ibunya melalui sela-sela dahan pohon dan puing rumah. Ia menangis sambil menggoyang-goyang tangan ibunya. “Ibuuu, bangun, Bu. Aku takut,” panggilnya, namun Puspa tetap tidak bergerak.
“Ibuuu, bangunlah, jangan tinggalkan Miniii.” Tangis Putri Mini makin menyayat ketika mengetahui ibunya sudah tidak bernapas lagi.
Dari kejauhan, Bu Kra, seekor kera betina, berdiri di pintu goa. Ia merasa iba melihat pemandangan di depannya. Baru saja kakinya melangkah mendekati mereka, tiba-tiba petir menyambar lagi. Satu pohon lagi tumbang dan hendak roboh ke arah Putri Mini. Dengan cepat Bu Kra melompat, lalu menyambar tubuh Putri Mini.
*
Esok harinya setelah hujan reda dan matahari bersinar cerah. Bu Kra dan Putri Mini bersimpuh di depan sebuah gundukan tanah.
“Selamat kembali ke nirwana, Bu. Terima kasih sudah merawatku selama ini,” bisik Putri Mini setelah selesai berdoa untuk ibunya.
“Nah, Putri Mini, kita sudah memakamkan ibumu dan berdoa untuknya. Sekarang kau istirahatlah,” kata Bu Kra sambil mengelus kepala Putri Mini.
Putri Mini kini merasa seorang diri di tengah hutan yang besar dan sunyi itu. Ia menatap sekitar, lalu dengan sorot mata sedih menatap Bu Kra. "Aku tak punya Ibu sekarang. Rumahku pun sudah hancur, bolehkah aku menumpang di rumahmu, Bu Kra?"
“Tentu saja boleh,” jawab Bu Kra.