Fenomena September Effect: Sejarah Tunjukkan Tren Lemah, Tapi Tak Selalu Jadi Bulan Paling Merugikan Pasar Saham Global

photo author
- Jumat, 5 September 2025 | 14:56 WIB
Ilustrasi fenomena september effect yang dinilai memiliki rekor ekonomi rata-rata buruk di pasar global.  ((Freepik.com))
Ilustrasi fenomena september effect yang dinilai memiliki rekor ekonomi rata-rata buruk di pasar global. ((Freepik.com))

(KLIKANGGARAN) – Dalam dunia pasar modal, September kerap dipandang sebagai bulan yang kurang ramah bagi investor. Kondisi ini dikenal dengan istilah September Effect, di mana kinerja pasar saham secara historis cenderung lebih lemah dibandingkan bulan lain.

Catatan ekonomi global menunjukkan, hampir seabad lamanya, indeks saham Amerika Serikat (AS) kerap turun saat memasuki September.

“September telah lama menjadi bulan dengan kinerja terburuk di pasar saham,” tulis Investopedia dalam laporannya yang dikutip pada Jumat, 5 September 2025.

Baca Juga: Survei Kaspersky: 28% Gunakan AI untuk Travel Planning, 96% Puas Rekomendasi Liburan dari Kecerdasan Buatan

Meski demikian, pola ini tidak bisa dianggap sebagai kepastian. Dalam beberapa tahun tertentu, September justru mencatat hasil positif dan memberi keuntungan bagi pelaku pasar.

Hal ini membuat banyak analis menilai fenomena September Effect lebih sebagai anomali statistik ketimbang aturan baku pasar.

Data indeks S&P 500 dari periode 1928 hingga 2023 menunjukkan rata-rata penurunan di bulan September. Namun, jika melihat lebih dekat, median hasil justru memperlihatkan tren positif pada sejumlah tahun terakhir sejak 2014.

Baca Juga: Nadiem Makarim Resmi Jadi Tersangka Korupsi Chromebook, Ditahan 20 Hari di Rutan Salemba Usai Pemeriksaan Kejagung

“Jika investor bertaruh melawan September selama 100 tahun terakhir, mereka memang untung. Namun, jika hanya melihat sejak 2014, hasilnya justru rugi.” demikian menurut laporan Investopedia.

Dengan kata lain, kesimpulan yang ditarik sangat bergantung pada periode analisis.

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan tren ini.

“Banyak yang percaya, setelah libur musim panas, investor kembali di September untuk mengamankan keuntungan, atau bahkan menjual saham demi kebutuhan biaya sekolah anak,” tulis Investopedia.

Baca Juga: Yusril Beberkan Desakan Prabowo agar DPR Bahas RUU Perampasan Aset dan Pastikan Pemerintah Respons 17+8 Tuntutan Rakyat

Selain itu, bulan ini bertepatan dengan penutupan kuartal ketiga. Investor institusional, termasuk pengelola reksa dana besar, kerap melepas saham demi mencatat laba atau memanfaatkan kerugian pajak. Kondisi ini menambah tekanan negatif di September.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Muslikhin

Sumber: Liputan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X