Jakarta, KlikAnggaran.com — Lembaga-lembaga tersebut terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparansi Internasional Indonesia (TII), FITRA, dan Indonesia Budget Center (IBC) yang berkonsentrasi tentang transparansi anggaran mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk membuka penggunaan anggaran penanganan pandemi virus corona (Covid-19).
Sekjen FITRA Akhmad Misbakhul Hasan mengatakan surat desakan itu sudah diserahkan pada 20 Juli lalu ke Istana melalui Kantor Staf Presiden (KSP).
"Kita sudah layangkan ke Presiden Jokowi dengan tembusan ke lembaga selama ini yang memang support presiden seperti KSP sudah ada respons untuk mengajak untuk diskusi," kata Misbakhul yang dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (22/7).
Misbakhul menerangkan desakan yang pihaknya layangkan adalah seputar penganggaran dan penggunaan anggaran selama Covid 19. Itu semua seharusnya mudah dan konsisten diinformasikan kepada publik.
Pemberian informasi itu pun harus sesuai dengan amanat Pasal 10 ayat (2) UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dari catatan FITRA, sistem anggaran penanganan Covid 19 semula berjumlah Rp405,1 triliun dan kemudian naik menjadi Rp677,2 triliun.
"Belakangan naik lagi menjadi Rp695,2 triliun. Ini kan pertama tidak ada penjelasan komprehensif terkait kenaikan kemudian apakah ada evaluasi penyelenggaraan atau implementasi dari anggaran tersebut," kata Misbakhul.
Hal ini, sambungnya, seolah-olah menjadi kewenangan penuh eksekutif tanpa ada evaluasi menyeluruh. Pemerintah pun dinilai cenderung sepihak dalam menaikkan anggaran.
"Sementara kita tahu Presiden baru marah karena serapan minim. Statement presiden serapan 1,5 persen kemudian dibantah Kemenkeu 4,5 persen. Artinya di pemerintah saja misinformasi, apalagi ke publik," tutur Misbakhul.
Sejauh ini Fitra dkk merasa minimnya akses informasi terkait besaran alokasi anggaran yang telah diterima institusi pemerintah, nilai belanja yang telah dikeluarkan hingga jenis-jenis belanja yang sudah dilakukan.
Kemudian nilai anggaran untuk masing-masing belanja, jumlah distribusi barang yang telah dilakukan, lokasi pendistribusian barang, maupun informasi yang rinci atas penerima manfaat program, baik di sektor sosial (bantuan sosial) perlu dijabarkan. Selanjutnya insentif untuk tenaga kesehatan, dan program pemulihan ekonomi nasional.
"Kami menilai fungsi pengawasan dari pers juga terhambat dengan sikap Pemerintah yang menutup diri," ujar Misbakhul.
Kejagung Dampingi Penggunaan Dana Corona Rp28,4 T
Terpisah, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklaim telah melakukan pendampingan untuk keperluan terkait penanganan Covid-19 hingga mencapai Rp28,4 triliun di seluruh Indonesia.