Meskipun demikian, benang merah atas hal tersebut juga mengkonfirmasikan tiga buah invoice senilai total Rp23.010.140,00 untuk pengeluaran penambahan kopi dan snack melalui dua buah SPBy. Berdasarkan kontrak nomor PJN-0017/SMPPK3000/2018/S7, pembayaran konsumsi pameran berdasarkan kontrak lump sum senilai Rp2.200.000,00 untuk setiap kali pameran. Pengeluaran ini untuk makan siang dan snack. Perpres 54 Tahun 2010 menjelaskan bahwa kontrak lump sum jumlah harga pasti dan tetap serta tidak dimungkinkan penyesuaian harga dan semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa. Sehingga seharusnya penambahan kopi dan snack sudah termasuk di dalam kontrak dan tidak dapat ditagihkan kembali.
Terdapat juga satu buah invoice sebesar Rp11.000.000,00 untuk pembelian plakat akrilik kayu. Dari kuitansi itu ada ketidakkonsistenan antara nilai dalam bentuk angka dengan nilai uraiannya. Nilai dalam bentuk angka tertulis sebesar Rp11.000.000,00 sedangkan dalam bentuk uraian tertulis ‘delapan juta rupiah’. Sampai dengan tanggal 13 Mei 2019 PT DMC tidak memberikan invoice yang sebenarnya. Sehingga atas kuitansi sebesar Rp11.000.000,00 diragukan kebenarannya dan tidak dapat dipecayai keaslian dari kuitansi atas pembelian plakat akrilik kayu yang diberikan oleh PT DMC.
Skenario kegiatan tersebut jelas sekali mengakibatkan indikasi kerugian negara minimal sebesar Rp78.000.000,00 (invoice meeting kits yang palsu sebesar Rp77.000.000,00 + kelebihan tagihan mobil sebesar Rp1.000.000,00), pengeluaran diragukan kebenarannya sebesar Rp1.918.900.000,00 (sewa lahan sebesar Rp130.900.000,00 + sewa kontruksi booth sebesar Rp913.500.000,00 + meeting kits sebesar Rp863.500.000,00 + plakat akrilik sebesar Rp11.000.000,00), kelebihan pembayaran minimal sebesar Rp56.610.140,00 (snack di luar kontrak Rp23.010.140,00 + sewa lahan sebesar Rp6.600.000,00 + sewa konstruksi booth sebesar Rp27.000.000,00), dan perbuatan melawan hukum dengan memalsukan dokumen pembayaran.