Jakarta, Klikanggaran.com (03-07-2019) - Pemprov DKI bermaksud menaikkan biaya balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) untuk menekan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Selain itu, kenaikan BBN-KB akan membuat pendapatan dari pajak meningkat.
"Usulan kenaikan tarif BBN-KB dari 10 persen menjadi 12,5 persen berpotensi menambah penerimaan daerah sebesar kurang-lebih Rp 90 miliar sampai Rp 100 miliar per bulan atau Rp 1 triliun sampai Rp 1,2 triliun per tahunnya," ujar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seperti dikutip detik, Senin (1/7/2019).
Menanggapi hal tersebut, Andy Lala selaku pengamat kebijakan publik menentang kebijakan yang diambil oleh Anies.
"Saya bertentangan sekali dalam hal mengambil kebijakan yang sedemikian rupa, seakan berdasarkan selera belaka. Perlu diinggat, kebijakan tersebut membebani warga DKI dan kesan nyata Pemprov DKI miskin kreatifitas. Demi mewujudkan penurunan angka kendaraan bermotor, seharusnya Gubernur mengambil terobosan yang semestinya tanpa mempengaruhi iklim investasi usaha swasta yang bernaung di wilayah DKI, karena akan berdampak terhadap pasar modal sehingga investor enggan akan sikap kebijakan arogansi seperti ini, terlebih lagi membebani rakyat," ujar Andy.
Menurut Andy, Gubernur kurang bercermin dalam kepemimpinannya sendiri, silpa anggaran di tahun 2018 seakan tak menjadi bahan pratinjau, malah sedemikian rupa, untuk menambah PAD DKI melalui pajak dengan alih-alih meningkatkan surplus.
"Saya gak tau juga apa yang ada dalam benak sang Gubernur di bawah kuasa tiraninya ini. Ia malah membebani rakyat dengan dalil menambah pendapatan pajak daerah. Perspektif apa pun tak pernah membenarkan rezim penguasa menyengsarakan rakyat meskipun itu adalah angka yang kecil," tegas Andy.
Lebih lanjut diakatakan Andy, jika memang sudah ditetapkan kenaikan tersebut, maka rakyat DKI wajib percaya Gubernur tak mampu mengurangi kepadatan DKI yang dibanjiri kendaraan.