Diduga Ada Praktik Pemborosan di BLUD Sobirin Musi Rawas, Mengapa?

photo author
- Kamis, 11 April 2019 | 09:00 WIB
Praktik Pemborosan
Praktik Pemborosan






Jakarta, Klikanggaran.com (11-04-2019) - Laporan Realisasi Anggaran menyajikan pendapatan sebesar Rp1.549.566.489.528,82 atau 95,33% dari anggaran sebesar Rp1.625.481.874.130,09. Dan, belanja sebesar Rp1.192.026.376.976,45 atau 90,74% dari anggaran sebesar Rp1.313.648.923.369,16.





Kedua realisasi tersebut di antaranya berasal dari pendapatan dan belanja pada BLUD RS dr. Sobirin.





Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Musi Rawas, BLUD RS dr. Sobirin memperoleh kewenangan untuk melaksanakan pola pengelolaan keuangan BLUD. Hal ini berdasarkan keputusan Bupati Musi Rawas tentang penetapan rumah sakit dr. Sobirin sebagai satuan kerja perangkat daerah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD secara penuh. Namun, dalam praktik kerjanya diduga tidak demikian.





Berdasarkan data yang dihimpun klikanggaran.com, didapati bahwa pendapatan dan belanja BLUD RS dr. Sobirin baik yang bersumber dari APBD Kabupaten Musi Rawas maupun aktivitas BLUD masih terdapat permasalahan. Khususnya pada realisasi pembayaran tambahan penghasilan bagi non PNS yang menggunakan dana APBD sebesar Rp219.650.000,00 yang tidak tepat sama sekali.





Sebab BLUD RS dr. Sobirin merealisasikan Belanja Pegawai Honorarium Non PNS sebesar Rp1.269.350.000,00 atau 92,50% dari anggaran sebesar Rp1.372.240.000,00. Belanja pegawai tersebut direalisasikan menggunakan DPPA RS dr. Sobirin yang bersumber dari APBD. Setelah ditelusuri lebih lanjut, pembayaran tambahan penghasilan bagi non PNS sebesar Rp219.650.000,00 tersebut seharusnya dialokasikan dan direalisasikan menggunakan RBA BLUD, bukan melalui DPPA BLUD RS dr. Sobirin yang bersumber dari APBD.





Hal tersebut menyebabkan realisasi pembayaran honorarium pegawai non PNS yang dibebankan kepada APBD memboroskan keuangan daerah sebesar Rp219.650.000. Dikarenakan Direktur BLUD RS dr. Sobirin sebagai Pengguna Anggaran kurang melakukan pengawasan dan pengendalian atas realisasi belanja rumah sakit.





Selain itu diduga juga terdapat kurangnya transparansi, akuntabilitas responsibilitas, Independensi dan produktivitas, hingga melakukan praktik pemborosan secara terang-terangan mencapai Rp 219 juta. Publik pun menilai, renumerasi keadilan, profesionalisme, dan beban kerja jauh dari kata "SEMPURNA". (MJP)


Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X