Lonjakan Restitusi Dinilai Janggal
Politisi PDI-P tersebut turut menyoroti kenaikan restitusi pajak yang dinilainya tidak wajar. Restitusi PPh Badan tercatat naik 80 persen, sementara restitusi PPN Dalam Negeri melonjak hampir 24 persen.
“Ini harus ada penjelasan yang bening dan transparan, apakah Dirjen Pajak punya early warning system terhadap hal ini?” tanya Harris.
Pola Pengulangan Tahun Lalu Mulai Terlihat
Harris mengingatkan pola yang pernah terjadi pada tahun sebelumnya, di mana penerimaan bruto digenjot menjelang akhir tahun namun akhirnya dikoreksi oleh tingginya restitusi. Ia mengkhawatirkan skenario serupa kembali terulang.
“Katakan bruto-nya nanti naik, tetapi netonya akan susah untuk tercapai, 2026 restitusinya lebih gede lagi,” ujarnya.
Kontraksi Sektor Perdagangan dan Pertambangan Jadi Sinyal Bahaya
Menurut paparan Ditjen Pajak, dua sektor penyumbang 34 persen penerimaan pajak—perdagangan dan pertambangan—masing-masing turun 1,6 persen dan 0,7 persen pada Januari–Oktober 2025. Harris meminta analisis lebih komprehensif berupa elasticity analysis untuk membaca risiko ke depan.
Kenaikan PPh Badan Dinilai Tidak Mencerminkan Kinerja Ekonomi 2025
Meski PPh Badan bruto tumbuh 7,1 persen, Harris menilai angka tersebut tidak mencerminkan kondisi ekonomi 2025 karena sebagian besar kenaikan berbasis performa perusahaan pada 2024.
“Apakah kenaikan 7,1 persen ini bersifat sustainable atau hanya one off karena harga sawit 2024?” katanya.
Ia juga menyinggung efektivitas coretax dan Satgas PKH yang menurutnya tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap penerimaan negara.
“Pertumbuhan bruto tidak berarti apa-apa, yang dibutuhkan adalah penerimaan neto. Ini PR besar bagi Menteri Keuangan,” pungkasnya.**