(KLIKANGGARAN) – Anggota Komisi XI DPR, Harris Turino, melontarkan kritik keras terhadap kinerja penerimaan pajak yang menurutnya tidak sejalan dengan optimisme pemerintah.
Penurunan signifikan pada penerimaan neto disebut berpotensi mempersempit ruang fiskal menjelang penyusunan APBN 2026.
Dalam rapat dengan Dirjen Pajak Bimo Wijayanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 24 November 2025, Harris menyoroti perbedaan antara pertumbuhan bruto yang hanya naik tipis dengan capaian neto yang justru merosot.
Kenaikan bruto sebesar 1,8 persen, menurutnya, tidak menggambarkan kemampuan fiskal yang sebenarnya.
Penerimaan Neto Kembali Turun dan Belum Sentuh 75 Persen Target
Data yang disampaikan menunjukkan penerimaan neto baru mengumpulkan Rp1.459,03 triliun, atau lebih rendah 3,9 persen dibanding periode sama 2024 yang mencapai Rp1.517,5 triliun. Realisasi tersebut baru memenuhi 70,2 persen dari outlook penerimaan 2025 yang dipatok Rp2.077 triliun.
Harris menilai kondisi itu bisa menjadi tekanan besar karena target 2026 melonjak menjadi Rp2.357,7 triliun, atau naik 13,5 persen dari target tahun ini.
“Yang saya ngeri, target 2026 menjadi pertanyaan besar,” ujarnya.
Risiko Defisit Makin Lebar Jika Tren Rendah Berlanjut
Ia juga menegaskan, apabila penerimaan tahun ini tidak mencapai target, lonjakan target tahun berikutnya akan terlihat semakin tidak realistis. Sebagai contoh, jika realisasi hanya 85 persen dari outlook, lonjakan yang dibutuhkan pada 2026 bisa mencapai 28,5 persen.
Outlook defisit APBN 2025 berada pada 2,78 persen dan diproyeksikan 2,68 persen pada 2026. Dengan pelemahan sejumlah sektor utama, menurut Harris, ketergantungan pada PPh Badan justru semakin berisiko.