(KLIKANGGARAN) – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa perbedaan data antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) soal dana pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan disebabkan oleh waktu pencatatan yang berbeda.
Menurut Tito, data milik Kemendagri lebih mutakhir dan mencerminkan kondisi terbaru, sedangkan data dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa masih menggunakan data Bank Indonesia (BI) per 31 Agustus 2025 yang mencatat dana Pemda mengendap mencapai Rp233 triliun.
“Ada perbedaan waktu, satu di bulan Agustus. Data di kita bulan Oktober. Nah, antara Agustus sampai Oktober itu ada enam minggu, uang kita itu tidak statis,” kata Tito saat kunjungan kerja di Manado, Kamis, 23 Oktober 2025.
Kemendagri mencatat, hingga Oktober 2025 dana tersebut menurun menjadi Rp215 triliun. Tito menyebut selisih sekitar Rp15 triliun dalam dua bulan merupakan hal wajar karena anggaran terus digunakan oleh Pemda.
“Pertanyaannya ke mana Rp15 triliun itu? Ya dibelanjakan. Kalau dibagi 562 provinsi, kabupaten, dan kota, sangat wajar sekali,” ujarnya.
Pemantauan Real Time Melalui SIPD
Tito menjelaskan, Kemendagri memiliki Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang memungkinkan pemantauan anggaran secara real time, baik pendapatan maupun belanja di setiap daerah.
“Nah kalau metodologi kami, minimal seminggu sekali diperbarui, bahkan bisa real time,” jelasnya.
Ia menambahkan, setiap kejanggalan dalam data akan langsung diverifikasi di lapangan oleh tim Kemendagri.
“Data yang masuk diinput oleh Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD). Kalau ada kejanggalan, kami langsung cross check,” kata Tito.