KLIKANGGARAN -- Novel "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori adalah sebuah narasi mendalam tentang kehilangan, kekerasan, dan perjuangan. Dengan menggunakan teori Semiotika dari Ferdinand de Saussure, kita dapat menggali lebih dalam makna simbolik dalam novel ini dan memahami bagaimana tanda-tanda dan simbol menciptakan jaringan makna yang kompleks serta menggugah emosi.
Pendekatan semiotika struktural Ferdinand de Saussure menjadi lensa yang tepat untuk membantu kita menganalisis dan menyelami makna tersembunyi serta bagaimana Leila S. Chudori menggunakan bahasa dan simbol dalam menggambarkan penderitaan dan harapan padda novel.
Saussure memandang bahasa sebagai sebuah sistem tanda yang terdiri dari signifier (penanda) dan signified (petanda). Tanda-tanda ini terjalin dalam relasi yang arbitrer dan berlawanan, menciptakan makna yang kompleks dan multidimensi.
Dalam novel ini, berbagai elemen digunakan sebagai penanda yang memuat petanda tertentu, menciptakan resonansi emosional dan simbolis. Misalnya, laut adalah penanda yang sering muncul dalam novel ini. Bagi tokoh Biru Laut, laut tidak hanya sebuah entitas fisik tetapi juga sebuah simbol petanda dari kebebasan, kedalaman perasaan, dan akhirnya kematian.
Laut sebagai Simbol Kebebasan dan Kematian
Pada bagian prolog, Biru Laut menceritakan bagaimana dia dibawa ke tepi laut sebelum dieksekusi. Dalam keadaan terbelenggu, laut yang ia dengar dan cium memberikan kesan terakhir kebebasan sebelum akhirnya menjadi tempat kematiannya. Laut dalam konteks ini adalah penanda yang mengandung petanda dari dua hal kontras: kebebasan dan kematian.
Bukti kutipan: "Setelah lebih dari sejam kami berada di atas mobil dengan mata yang masih ditutup dan tangan terikat, akhirnya si Manusia Pohon menarikku keluar mobil dan bersama yang lain menggiringku ke sebuah tempat, udara terbuka. Aku ditendang agar berjalan dengan lekas. Jalan semakin menanjak dan aku mendengar debur ombak yang pecah. Aku bisa mencium aroma asin laut di antara angin yang mengacak rambut".
Gelap dan Kelam sebagai Simbol Penindasan dan Kehilangan Harapan
Kegelapan dan kekelaman dalam novel ini juga berfungsi sebagai penanda yang kuat. Mereka digunakan untuk menggambarkan kondisi psikologis dan emosional tokoh utama selama penahanannya. Gelap mencerminkan ketidakpastian dan ketakutan, sementara kelam menggambarkan kehilangan harapan dan kepahitan hidup yang mendalam.
Bukti Kutipan: "Aku ingat pembicaraanku dengan Sang Penyair. Dia berkata bahwa dia tak takut pada gelap. Karena dalam hidup, ada terang dan ada gelap... Tetapi jangan sampai kita mencapai titik kelam, karena kelam adalah tanda kita sudah menyerah. Kelam adalah sebuah kepahitan, satu titik ketika kita merasa hidup tak bisa dipertahankan lagi".
Leila S. Chudori menggunakan simbolisme dengan cara yang menonjol untuk menyampaikan tema besar dari penderitaan, ketahanan, dan kenangan yang tak pernah pudar. Setiap simbol dalam novel ini berfungsi untuk memperdalam pemahaman kita tentang pengalaman tokoh-tokohnya.
Kenangan sebagai Penanda Harapan
Meskipun Biru Laut menghadapi kematian, kenangan akan keluarga dan teman-temannya memberikan sedikit cahaya di tengah kegelapan. Ini adalah simbol dari harapan yang terus hidup meski dalam kondisi yang paling suram.
Bukti kutipan: "Semua berbaur, saling berkelebatan seperti sebuah pemutaran film hitam putih yang dipercepat... Begitu erat, begitu hangat, seolah aku adalah bagian dari laut ini. Mungkin itu sebabnya Ibu dan Bapak memberiku nama Biru Laut" .