resensi

Meniti Jejak Laskar Merah Melawan Kompeni: Kisah Soleh dan Semangat Gotong Royong dalam Cerpen 'Guruh'

Jumat, 22 Maret 2024 | 19:33 WIB
Ilustrasi (dok)


KLIKANGGARAN -- Ketika membaca sebuah karya sastra, kita sering kali dihadapkan pada perjalanan yang menggetarkan hati, membawa kita melintasi zaman dan merasakan getirnya perjuangan manusia.

Cerpen “Guruh” karya A. Kohar Ibrahim langsung membawa kita ke inti peristiwa pemberontakan PKI pada tahun 1926.

Cerita pendek tersebut menyoroti perjuangan sekelompok orang yang dipimpin oleh pemuda bernama Soleh, yang berani mengangkat senjata melawan kekuasaan kolonial Belanda.

Dengan semangat gotong royong dan semangat juang yang membara, mereka mempertaruhkan nyawa demi mendapatakan hak dan kebebasan dari penindasan yang mereka rasakan.

Namun, seperti halnya banyak perjuangan dalam sejarah, kisah ini juga diwarnai dengan tragedy yang memilukan.

Baca Juga: Melihat Kepribadian Unik dalam Kehidupan Sosial dalam Novel ‘Cinta Brontosaurus’ Karya Raditya Dika

Terkepung oleh aparat kolonial, Soleh dan kawan-kawannya tewas mengenaskan bersimbah darah, setelah diberondong senapan laras panjang Kompeni.

Mereka dieksekusi sebagai tindakan represif dari penguasa yang ingin menekan semangat perlawanan.

Melalui pendekatan sosiologi sastra, kita dapat menggali lebih dalam tentang Paradigma Fakta Sosial yang tergambar dalam cerita ini. Fakta sosial yang muncul menggambarkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap sistem kolonial yang ada pada masa itu.

Pemberontakan bukanlah sekadar aksi melawan kekuasaan, tetapi juga merupakan respons terhadap ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat.

Dalam cerpen ini, gejala sosial yang terungkap adalah ketegangan antara penguasa dan yang dikuasai. Pemberontakan menjadi landasan konflik yang muncul akibat perbedaan kepentingan antara kedua pihak.

Namun, di balik ketegangan itu, kita juga melihat norma-norma luhur yang tetap terjaga, seperti semangat gotong royong dan semangat juang yang menjadi pendorong utama aksi para tokoh cerita.

Baca Juga: Musrenbang RKPD 2025, Hadiah Terindah Bupati Luwu Utara untuk Masyarakat Sulsel

Tidak dapat dipungkiri, hukum kolonial Belanda yang semena-mena iyu diterapkan terhadap para pemberontak dan berakhir menjadi pukulan telak bagi pemberontakan mereka.

Namun demikian, kisah ini tetap memberikan inspirasi bagi kita untuk menghargai nilai-nilai keberanian dan pengorbanan dalam meraih kebebasan.

Halaman:

Tags

Terkini