Analisis Hubungan Penanda dan Petanda dengan Teori Ferdinand de Saussure dalam Cerpen 'Robohnya Surau Kami Karya' Karya A.A. Navis

photo author
- Senin, 8 Juli 2024 | 13:11 WIB
ILustrasi (PIxabay/Ben_Kerckx)
ILustrasi (PIxabay/Ben_Kerckx)

Tuhan

Penanda: Entitas yang mereka hadapi di akhirat dan yang menentukan nasib mereka.
Petanda: Keadilan ilahi yang menghakimi berdasarkan tindakan nyata dan dampak sosial, bukan hanya ritual keagamaan.

Analisis Hubungan Penanda dan Petanda

Menurut Saussure, hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan alamiah antara bentuk fisik tanda dan makna yang diwakilinya. Cerpen ini menunjukkan bahwa ritual keagamaan tanpa penghayatan dan aplikasi moral serta sosial tidak cukup untuk mencapai surga. Berikut adalah analisis beberapa tanda dalam cerpen ini:

Neraka Sebagai Kritik Sosial

Neraka sebagai penanda dihubungkan dengan petanda kegagalan sosial dan spiritual. Meskipun mereka rajin beribadah, mereka mengabaikan tanggung jawab sosial, yang menjadi alasan mereka dihukum.

Haji Saleh Sebagai Simbol Formalisme Agama

Haji Saleh yang taat beribadah namun masuk neraka menunjukkan bahwa ibadah (penanda) tanpa pemahaman moral dan tindakan sosial (petanda) tidaklah cukup. Ini adalah kritik terhadap orang-orang yang menjalankan agama hanya sebagai ritual tanpa penghayatan esensial.

Dialog dengan Tuhan Sebagai Kritik Moral

Dialog ini menggarisbawahi pentingnya amal sosial. Tuhan menunjukkan bahwa meskipun mereka rajin beribadah, mereka gagal dalam tanggung jawab sosial mereka, yang merupakan aspek penting dari kehidupan beragama.

Dengan menggunakan teori semiotika Ferdinand de Saussure, kita dapat memahami bahwa cerpen "Robohnya Surau Kami" mengkritik keras praktik keagamaan yang hanya berfokus pada ritual tanpa memperhatikan aspek moral dan sosial.

Tanda-tanda dalam cerita ini, seperti neraka, Haji Saleh, dan dialog dengan Tuhan, mengungkapkan bahwa agama seharusnya tidak hanya dilihat sebagai serangkaian ritual, tetapi sebagai panduan hidup yang menekankan pada tindakan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat.

Cerpen ini mengajarkan bahwa ibadah harus mencakup kedalaman moral dan kontribusi sosial, dan bukan sekadar formalitas yang tidak membawa perubahan positif bagi diri sendiri dan lingkungan. Ini adalah panggilan untuk memahami agama sebagai sesuatu yang holistik, yang melibatkan tidak hanya hubungan dengan Tuhan tetapi juga hubungan dengan sesama manusia.

Artikel ini ditulis oleh Nurwaheni Amalia, Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Pamulang

DISCLAIMER: Isi artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis; isi artikel ini juga tidak mencerminkan sikap dan kebijakan redaksi klikanggaran.com.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: Resensi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X