Gelar Aksi Unjuk Rasa, PMII: RKUHP Meng-harakiri Demokrasi

photo author
- Selasa, 5 Juli 2022 | 20:54 WIB
Mahasiswa yang tergabung di dalam PMII melakukan unjuk rasa di depan patung kujang (dok.  klikanggaran)
Mahasiswa yang tergabung di dalam PMII melakukan unjuk rasa di depan patung kujang (dok. klikanggaran)

KLIKANGGARAN -- Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggelar aksi unjuk rasa dan aksi teatrikal di depan Tugu Kujang, Selasa, 5 Juli 2022. Aksi unjuk rasa tersebut terkait rencana pengesahan RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang KUHP).

Para mahasiswa tersebut menyampaikan tiga tuntutan. Pertama, mendesak Presiden dan DPR RI untuk membuka draft terbaru RKUHP dalam waktu dekat serta melakukan pembahasan secara transparansif dengan menjunjung tinggi partisipasi publif yang bermakna.

Kedua, menuntut Presiden dan DPR RI untuk menghapus atau perbaiki pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP, terutama terkait pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat sipil. Ketiga, tunda pengesahan RKUHP.

Baca Juga: Pakar Ekspresi Wajah Tangkap Hal Lain pada Angga Wijaya dan Dewi Persik saat Bicara Perceraian, Apa Itu?

"DPR RI dan pemerintah perlu memastikan proses legislasi Rancangan Kitab Undang-Undang KUHP (RKUHP) berlangsung transparan dan partisipatif bagi masyarakat," tulis Rizki Akbarianto, dalam rilisnya.

Proses legislasi ini adalah fundamental dalam demokrasi, dijamin oleh UU dan juga berkontribusi untuk meningkatkan kepercayaan publik pada Pemerintah dan DPR RI, jelas Rizki.

Menurut Rizki, dinamika upaya pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai tidak dilakukan berdasar pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

Hal ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang ada dalam proses pembentukannya maupun substansi di dalamnya, tegasnya.

Baca Juga: Bahas Sule di Depan Luna Maya, Natalie Holscher: Dia Ingatnya Malam Jumat Terus

selain itu, tulis Rizki, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang nantinya berperan sebagai dasar penegakan hukum pidana bagi masyarakat sudah semestinya melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembentukannya.

Lebih jauh lagi, pembahasan RKUHP juga harus melibatkan partisipasi yang bermakna, sebagaimana yang telah dijabarkan dalam Putusan MK Nomor 91/PUU- XVIII/2020.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal yang kontradiktif. Jika dalam proses pembuatan sampai pengesahan kebijakan sangat minim sekali transparansi serta pastisipasi publik, lantas untuk kebaikan siapa kebijakan tersebut ditujukan.

"Sebagai pihak yang akan terdampak, kami selaku publik mempertanyakan keterbukaan dan hak berpartisipasi dalam negara demokrasi ini," pungkas Rizki.***

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: Liputan lapangan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X