Dunia Pelaut dan Kelautan Indonesia Saat Ini, Aspek Hukum, dan Peluang ke Depannya

photo author
- Kamis, 30 September 2021 | 19:32 WIB
Webinar nasional Pentingnya Pemahaman Hukum Maritim Guna Menjaga Profesionalitas Pelaut Indonesia (Dok.klikanggaran.com/Capt.Hakeng)
Webinar nasional Pentingnya Pemahaman Hukum Maritim Guna Menjaga Profesionalitas Pelaut Indonesia (Dok.klikanggaran.com/Capt.Hakeng)

Ada dua penggolongan Hukum Maritim yakni Hukum Maritim Nasional dan Hukum Maritim International, sebut Capt. Hakeng. Hukum Maritim Nasional adalah adalah Hukum Maritim yang diberlakukan secara Nasional  dalam suatu negara. Sedangkan Hukum Maritim Internasional adalah hukum maritim yang diberlakukan secara internasional sebagai bagian dari hukum antar bangsa/negara.

Baca Juga: Orang-Orang Oetimu: Timor, Sopi, dan Takdir Sersan Ipi dalam Sepenggal Kisah

Ditambahkan Capt. Hakeng tujuan Hukum Maritim itu adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia dalam masyarakat maritim, supaya kepentingannya tidak dapat diganggu. Kemudian, setiap kasus yang menyangkut kemaritiman diselesaikan berdasarkan hukum maritim yang berlaku.

Lalu sambung Capt Hakeng lagi, subjek Hukum Maritim itu adalah manusia dengan pembagian peran seperti nakhoda kapal, awak kapal, pengusaha kapal, pemilik muatan, pengirim muatan, dan penumpang kapal. Disamping manusia, subjek Hukum Maritim lainnya adalah badan hukum, antara lain perusahaan pelayaran, ekspedisi muatan kapal laut (EMKL), International Maritime Organization (IMO), Ditjen Perhubungan Laut, Administrator Pelabuhan Kesyahbandaran, dan Biro Klasifikasi. 

Dalam Hukum Maritim ada subjek ada pula objek yakni benda berwujud seperti kapal, perlengkapan kapal, muatan kapal, tumpahan minyak di laut, dan sampah di laut. Kemudian benda tak berwujud, perjanjian-perjanjian, kesepakatan- kesepakatan, surat kuasa, dan perintah lisan. Objek hukum maritim lainnya adalah Benda Bergerak, Perlengkapan kapal, Muatan kapal, Tumpahan minyak di laut. Untuk Benda Tidak Bergerak disebutkan Galangan Kapal.

Baca Juga: Anda Mau Bersedekah ? Cukup Klik saja di Aplikasi I-Warga, Purwokerto menjadi kota pertama yang memakai IOT

Dalam webinar tersebut Capt. Hakeng mengingatkan kembali kepada para pelaut untuk mengerti dan memahami Hukum Maritim yang berlaku. Untuk Kasus di India ada beberapa hal menarik yang patut kita jadikan bahan introspeksi,  Dia mencontohkan kejadian yang menimpa pelaut Indonesia di luar negeri yang akhirnya harus berurusan dengan hukum.

”Pada tanggal 03 September 2021, dilakukan penahanan terhadap 3 (tiga) orang Crew Kapal berbendera Korea. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dikarenakan saat pesiar di negara India, mereka tidak membawa dokumen pendukung. Para pelaut harus selalu ingat, bahwa kita adalah Citra bangsa Indonesia dimata bangsa lain ketika kita sedang bekerja diluar negri, karenanya ketika melakukan kegiatan apapun jangan hanya memikirkan diri sendiri, tapi pikirkan efeknya bagi saudara-saudara  kita lainnya. Itu contoh kasus Hukum Maritim Internasional,” katanya.

Kasus yang diungkapkan Capt. Hakeng itu menurut Dr. Drs. Capt. H. Achmad Ridwan TE, S.H., M.H., M. Mar, Ketua Departemen Maritim Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia (APDHI) ada dalam Pasal 385 KUH – Dagang yang berbunyi Tanpa izin nakhoda, anak buah kapal tidak boleh meninggalkan kapal. Bila nakhoda menolak memberikan izin, maka atas permintaan anak buah kapal itu, ia wajib menyebut alasan penolakannya dalam buku harian, dan memberi ketegasan tertulis kepadanya tentang penolakan ini dalam dua belas jam.

Baca Juga: Atlet Judo Ini Meraih Medali Perunggu sekalipun Cedera Dislokasi Tulang di Bahu, Masya Allah

Menurut Capt Hakeng lagi yang juga memberi contoh kasus Hukum Maritim Nasional yang menimpa crew kapal KMP Yunice yang tenggelam.

“Kasus kapal penyeberangan. Pembiaran-pembiaran yang dilakukan oleh para nakhoda karena merasa bukan kewenangannya telah menyebabkan mereka berakhir dibalik jeruji. Kita amati dari kasus terakhir tersebut, waktu sandar kapal yang terlalu sempit hanya hitungan puluhan menit. Sehingga seringkali menghilangkan/menegasikan aspek-aspek keselamatan, mengejar profit mengalahkan keselamatan. Kapal tidak dapat mengetahui dengan jelas isi muatan didalam truk-truk yang seringkali ODOL, dimana hal tersebut patut diduga menyebabkan kapal berlayar tanpa mengetahui stabilitasnya. Bahkan, seringkali jumlah penumpangnya secara tepat saja tidak dapat diberikan saat investigasi dilakukan,” pungkas Capt. Hakeng.*

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X