Teknologi MASS, Ancaman atau Keuntungan bagi Dunia Maritim Indonesia?

- Minggu, 26 September 2021 | 19:56 WIB
Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, SSiT., M.Mar bicara teknologi MASS (Dok.klikanggaran.com/Capt.Hakeng)
Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, SSiT., M.Mar bicara teknologi MASS (Dok.klikanggaran.com/Capt.Hakeng)

Jakarta, Klikanggaran.com - Dalam kurun sepuluh tahun ke depan teknologi yang dipakai angkutan laut di seluruh dunia akan berkembang pesat. Salah satu teknologi yang sedang ramai dibahas adalah teknologi kapal laut tanpa awak, atau dikenal dengan sebutan Marine Autonomous Surface Ships (MASS).

Beberapa negara sedang getol melakukan ujicoba teknologi MASS. Bagaimana teknologi MASS nantinya akan diterapkan? Apakah MASS cocok untuk di Indonesia? Bagaimana sistem keamanannya?

Bicara teknologi MASS, teknologi industri maritim terus berkembang dan tidak dapat dihindari begitu pula untuk Indonesia. Namun demikian, sebelum diterapkan sepenuhnya, tentunya diperlukan kajian yang mendalam. Apalagi Indonesia sebagai negara maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia.

Baca Juga: Viral Burung Merpati Laku Rp1,5 Miliar, Netizen: Padahal Dipangan Raono Daginge

Oleh karena itu, Indonesia tidak boleh berdiam diri, terutama bila teknologi yang dikembangkan dan hendak diterapkan masih berkaitan erat dengan keselamatan dan keamanan pelayaran. Demikian menurut Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, SSiT., M.Mar, salah satu Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan maritim Indonesia (AKKMI) kepada media, Minggu (26/9/2021).

Terkait dengan MASS, Capt. Hakeng menyebut teknologi kapal tanpa awak tersebut perlu dipikirkan secara matang penerapannya di Indonesia. Karena masih membutuhkan kajian lebih lanjut terutama berhubungan dengan regulasi atau Undang Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran.

Apakah kehadiran MASS tersebut telah sesuai dengan UU pelayaran tersebut? Dalam Bab IV Pasal 8 ayat 1 ditegaskan ‘Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia.’ Lalu dalam ayat 2) dinyatakan ‘Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia.’

Baca Juga: Nasehat Pernikahan, dari Rencana Menikah Hingga Cobaan Rumah Tangga, Mau Tahu?

"Dalam Pasal 8 Ayat 1 dan ayat 2 UU Pelayaran tersebut jelas dituliskan diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia. Jika kapal tersebut dioperasikan oleh asing maka tidak diperbolehkan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang antar pulau, teknologi MASS ini bertentangan dengan isi pasal ini," katanya.

Selain itu tambah Capt. Hakeng masih berkaitan dengan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, hal lain yang harus diperhatikan adalah soal pengawakan kapal.

"Dalam Pasal 135 tertulis Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional. Apakah kehadiran autonomous nanti tidak menyalahi UU yang berlaku," tegasnya.

Baca Juga: Diplomat Ini Membungkam Tudingan Vanuatu yang Menutup Mata Atas Pembunuhan Guru, Perawat oleh KKB di Papua

Di samping itu, Capt. Hakeng juga menyodorkan isi dari Pasal 137 ayat 1 dimana disebutkan Nakhoda untuk kapal motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau lebih memiliki wewenang penegakan hukum serta bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, dan ketertiban kapal, pelayar, dan barang muatan.

Pada Pasal 138 kata Capt. Hakeng juga menjelaskan dalam ayat 1 bahwa Nakhoda wajib berada di kapal selama berlayar. Pada ayat 2 juga disebutkan Sebelum kapal berlayar, Nakhoda wajib memastikan bahwa kapalnya telah memenuhi persyaratan kelaiklautan dan melaporkan hal tersebut kepada Syahbandar. Dan pada Ayat 3 disebutkan Nakhoda berhak menolak untuk melayarkan kapalnya apabila mengetahui kapal tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Halaman:

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X