peristiwa

Hari Kretek Nasional, Mengapa Disebut Rokok Kretek? Ini Sejarahnya

Minggu, 3 Oktober 2021 | 22:21 WIB
Sejarah Rokok Kretek (Dok.klikanggaran.com/KR)

Jakarta, Klikanggaran.com – Hari Kretek dipilih pada tanggal 3 Oktober, bertepatan dengan waktu pendirian Museum Kretek di Kudus, 3 Oktober 1986. Kretek diartikan sebagai rokok yang terbuat dari campuran tembakau dan cengkeh.

Mengapa disebut kretek? Beberapa sumber menyebutkan, rokok kretek adalah rokok yang menggunakan tembakau asli yang dikeringkan, kemudian dipadukan dengan saus cengkih. Saat dihisap terdengar bunyi kretek-kretek, maka disebutlah rokok kretek.

Rokok kretek berbeda dengan rokok yang menggunakan tembakau buatan. Jenis cerutu merupakan simbol rokok kretek yang luar biasa. Semuanya alami tanpa ada campuran apa pun. Pembuatannya pun tidak bisa menggunakan mesin. Masih memanfaatkan tangan pengrajin.

Baca Juga: Ahok Bersikap Tegas, Netizen: Enak Mana Pak, Ngurus Pertamina atau Jakarta?

Menurut beberapa sumber, salah satunya adalah Wikipedia, kisah kretek bermula dari Kota Kudus. Tak jelas memang asal-usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah orang-orang yang hidup di kalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar akhir abad ke-19.

Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkih. Setelah itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkih dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok.

Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkih. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya, Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini pun menyebar dengan cepat.

Baca Juga: Peringatan Keras Ahok Terhadap Kontraktor Kilang RDMP Balikpapan, CERI: Penegak Hukum Seyogyanya Ambil Sikap

Permintaan "rokok obat" ini pun mengalir. Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkih. Lantaran ketika dihisap, cengkih yang terbakar mengeluarkan bunyi "keretek", maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan "rokok kretek".

Awalnya, kretek ini dibungkus klobot atau daun jagung kering. Dijual per ikat, setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama sekali. Rokok kretek pun kian dikenal. Konon Djamari meninggal pada 1890. Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang terus berkembang.

Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.

Baca Juga: Disinyalir Rugikan Negara 9 Miliar, Polda Aceh Tetapkan 6 Orang Sebagai Tersangka

Menurut beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya.

Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus kulit jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.*

Halaman:

Tags

Terkini