(KLIKANGGARAN) — Persidangan sengketa lahan antara pemerintah dan PT Indobuildco selaku pengelola Hotel Sultan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Kasus ini memunculkan babak baru dengan munculnya berbagai pernyataan dan bantahan dari kedua pihak.
Pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara menggugat PT Indobuildco agar membayar royalti senilai 45 juta dolar AS atau sekitar Rp742 miliar atas penggunaan lahan negara di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.
Namun, pihak Hotel Sultan mengungkap sejumlah fakta baru yang menimbulkan tanda tanya dalam proses persidangan tersebut.
Pengakuan Karyawan soal Tagihan Royalti
General Affairs Hotel Sultan, Yunus Yamanie, bersaksi tidak mengetahui adanya tagihan royalti dari pemerintah. Ia mengaku baru mengetahui soal klaim tersebut setelah perkara masuk ke pengadilan.
“Saya tidak pernah mendengar dan tidak pernah mengetahui adanya royalti yang diajukan oleh Mensesneg maupun PPKGBK. Saya baru tahu soal tagihan dan klaim tersebut,” kata Yunus saat bersaksi di PN Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).
Yunus juga memaparkan kondisi Hotel Sultan yang kian menurun sejak Maret 2025. Tingkat okupansi yang biasanya mencapai 90 persen kini merosot di bawah 20 persen akibat pemberitaan sengketa dan penutupan akses ke area hotel.
“Banyak calon tamu batal memesan kamar karena kesulitan akses dan pemberitaan sengketa. Hal ini meresahkan karyawan serta menurunkan kepercayaan pelanggan,” ujar Yunus.
Gugatan Wanprestasi Dipersoalkan
Kuasa hukum PT Indobuildco, Hamdan Zoelva, menilai gugatan wanprestasi dari pemerintah tidak memiliki dasar hukum karena tidak ada perjanjian yang disepakati antara kedua pihak.
“Bagaimana mungkin ada wanprestasi jika tidak pernah ada perjanjian?” ujar Hamdan.