Bahwa penandatanganan dokumen PO serentak terhadap Berita Acara Ringkasan Hasil Sourcing No.BARHS-230/100100/202G-S7, yakni tanggal 14 April 2020. Sehingga kontrak kilat (PO) antara Pertamina dan PT PGI terkait pengadaan Rapid Test Kid penuh tanda tanya, dimana pada Berita Acara didapati informasi bahwa market sourcing dilakukan dengan cara mengirimkan quotation (kutipan) kepada penyedia Rapid Test Kit melalui email, dan dari quotation yang dikirimkan kepada penyedia Rapid Test Kit, tiga penyedia Rapid Test Kit memberikan penawarannya, namun Berita Acara didokumentasikan pada tanggal 14 April 2020 dan dokumen PO juga ditandatangani pada tanggal 14 April 2020.
Padahal masih terdapat PT Kirana Jaya Lestari (PT KJL) yang menawarkan harga Rapid Test Kid lebih rendah senilai Rp220.000 perbuah dari penawaran PT PGI senilai Rp330.000, namun PT KJL diduga tidak pernah mendapati konfirmasi secara langsung dari pihak Pertamina, hal itu dilihat dari Berita Acara dan penandatanganan PO serentak.
Diduga juga bahwa antara Pertamina dan PT PGI tidak memiliki Surat Perjanjian Kerjasama (SPK/Kontrak), sebab pengadaan Rapid Test Kit pada Pertamina berdasarkan dokumen Purchase Order (PO) atau Pesanan Pembelian Nomor 4400000030 tanggal 14 April 2020 dengan penyedia barang PT Pasifik Global Integrasi (PT PGI). Jika pun ada dokumen SPK, diduga dibuat setelah tanggal 14 April 2020. Sehingga diduga dengan tidak adanya SPK maka didalamnya tidak mengatur waktu penyelesaian pekerjaan serta pengenaan sanksi atas denda keterlambatan penyediaan. Kaidah tersebut sangat tidak sesuai dengan Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia.
Untuk diketahui, alasan PT KJL tidak memberikan jawaban atas konfirmasi waktu pengiriman cukup jelas, serta alasan mengenai jumlah yang dicukupi harus sesuai pemesanan berdasarkan fasilitas kesehatan, sehingga mustahil jika PT PGI merealisasikan 100% pengadaan Rapid Test Kit dalam waktu 3 hari, sebab PT PGI tidak bergerak di bidang pengadaan kesehatan, namun hal tersebut diduga bisa saja dilakukan jika PT PGI melakukan subkontrak kepada perusahaan lain, akan tetapi dalam hal ini Pertamina tetap dirugikan.
Bahwa jika berdasarkan Surat Edaran LKPP Nomor 3 tahun 2020 Huruf E angka 3 huruf a yang menyatakan bahwa “PPK melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: menunjuk penyedia yang antara lain pernah menyediakan barang/jasa sejenis di instansi pemerintah atau sebagai Penyedia dalam Katalog Elektronik. Penunjukan Penyedia dimaksud dilakukan walaupun harga perkiraannya belum dapat ditentukan," maka PT KJL layak mendapatkan pengadaan tersebut, sebab PT KJL selaku pihak penyedia terdaftar pada E-Katalog LKPP.
Selain itu, berdasarkan memo SVP Corporate HSSE selaku CMT Crisis Leader kepada Direktur Manajemen Aset Nomor 105/S00000/2020-S0 tanggal 30 Maret 2020, menyatakan bahwa apabila memungkinkan kontrak secara on call basis (berdasarkan panggilan) atau long term (jangka panjang) sesuai dengan kondisi pasar yang ada, akan tetapi Pertamina mengacuhkan hal tersebut. Pertamina juga diduga melabrak aturan Surat Edaran LKPP Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembuktian Kualifikasi/Klarifikasi Dan Negosiasi Pada Pemilihan Penyedia Dalam Masa Wabah Virus Corona (Covid-19) pada Bab Latar Belakang yang menyatakan bahwa “Bahwa dalam proses pemilihan Penyedia diperlukan tahapan pembuktian kualifikasi/klarifikasi dan negosiasi yang dilaksanakan dengan pertemuan tatap muka.”
Pertamina memiliki anak perusahaan yang bergerak di bidang Kesehatan yaitu PT Pertamina Bina Medika (Pertamedika). Seharusnya untuk menekan pengeluaran, pengadaan ini dapat ditugaskan kepada Pertamedika operator group rumah sakit BUMN. Pertamedika dapat menugaskan salah satu faskes yang dikelolanya.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh fungsi pengadaan, Pertamedika tidak memiliki modal yang memadai. Di Pertamina terdapat tiga metode pendanaan kepada anak perusahaan (Pertamedika) akan tetapi hal itu tidak dikakukan Pertamina dengan alasan karena waktu yang tidak praktis, cukup ironi.
Selain itu, keterangan yang disampaikan oleh fungsi pengadaan, Pertamedika tidak memiliki modal yang memadai sangat ironi, dimana diketahui bahwa Pertamedika memiliki anggaran biaya penanganan Covid-19 senilai Rp113.249.551.031,41 dan telah terealisasi Rp59.905.147.655,41 per tanggal 18 September 2020. Jadi, masih terdapat Silpa anggaran selama tahun berjalan. Hal itu menandakan pengadaan Rapid Test Kit tidak terlalau mendesak, jika mendesak maka opsi pendanaan biaya tidak dibutuhkan, melainkan hanya melakukan pergeseran anggaran pada Pertamedika, tetapi pada faktanya Pertamedika tidak dilibatkan, dan tetap menunjuk PT PGI.
Oleh karenanya, Pertamina diduga melabrak Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate Governance), Bagian III Proses Corporate Governance sub M Pengelolaan Keuangan, yakni pada poin 1 Kebijakan Umum bagian d, yakni Pengelolaan keuangan dimaksudkan untuk memaksimalkan nilai Perusahaan melalui pelaksanaan program kerja yang dilandasi prinsip sadar biaya (cost consciousness).
Pertamina diduga juga melabrak Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Nomor A5-001/100100/2019-S9 tanggal 31 Juli 2019, Prinsip dasar pengadaan Barang/Jasa yaitu kehati-hatian, berarti senantiasa memperhatikan atau patut menduga terhadap informasi atau tindakan atau bentuk apapun sebagai langkah antisipasi untuk menghindari kerugian material dan immaterial terhadap Pertamina selama proses Pengadaaan Barang/Jasa.
Lebih lanjut, Pertamina memboroskan keuangan negara melalui pengadaan Rapid Test Kit pada PT PGI, dimana jumlah yang dibutuhkan sebanyak 230.400 buah x Rp330.000 dengan total anggaran Rp76.032.000.000. Padahal, jika memilih penyedia PT KJL maka hanya mengeluarkan biaya senilai Rp50.688.000.000 [Rp230.400 × Rp220.000], jadi total kerugian negara senilai Rp25.344.000.000 atas selisih harga.
Dalam hal ini, Pertamina diduga melabrak Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada: 1) Pasal 7 huruf f, yang menyatakan bahwa, "semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa mematuhi etika sebagai berikut, antara lain menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara."
Tim Klikanggaran