Di tengah kebingungan semua stakeholder pendidikan di Indonesia dalam mengatasi masalah atau kendala BDR atau PJJ dan dampak buruknya, seperti turunnya kualitas pendidikan, anak-anak yang mengalami gangguan kesehatan mental, meningkatnya angka putus sekolah, meningkatnya pekerja anak dan perkawinan usia anak, maka jurus pemungkasnya adalah menggelar ujicoba PTM secara terbatas pada April 2021, dan pada Juli 2021 akan menggelar PTM secara serentak di tengah pandemic dengan positivity rate yang masih belum aman bagi anak-anak menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI);
Ada beberapa catatan KPAI dari hasil pengawasan penyiapan PTM maupun ujicoba PTM secara terbatas di 24 kabupaten/kota pada 8 provinsi di Indonesia sejak 2020 sampai april 2021. Hasil pengawasan tahun 2020 menunjukkan data bahwa sekolah yang siap gelar PTM hanya 16,7%. Namun, pada tahun 2021 terjadi peningkatan kesiapan mencapai 50%. Adapun catatan KPAI terkait PTM terbatas yaitu:
Relawan Siaga Bekasi Adakan Bakti Sosial di Cikarang, Bekasi
(a) Bagi Sekolah-sekolah swasta papan atas yang notabene peserta didiknya dari keluarga kaya, sekolahnya sangat mampu menyiapkan infrastruktur Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di satuan pendidikan, lancar dalam melaksanakan sosialisasi protocol kesehatan/SOP AKB ke seluruh warga sekolah termasuk orangtua peserta didik, selain melalalui aplikasi zoom atau goole meet, juga dibuat berbagai video sosialisasi.
Namun, bagi sekolah-sekolah swasta papan bawah yang muridnya tidak banyak sehingga dana BOS yang diterima minim, sementara peserta didiknya dari keluarga miskin, maka sekolah-sekolah tersebut kesulitan menyiapakan infrastruktur AKB dan terkendala sosialisasi. “Sekolah dan peserta didik pada kelompok ini perlu mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat,” ungkap Retno.
(b) Bagi sekolah-sekolah negeri juga beragam kemampuannya dalam memenuhi infrastruktur dan Prokes/SOP AKB di satuan pendidikan. Untuk sekolah-sekolah negeri yang dulunya masuk kategori unggulan, umumnya memiliki infrastruktur yang memadai dan kelompok peserta didik yang secara ekonomi menengah ke atas. Kelompok ini lebih membutuhkan bimbingan dan pendampingan dalam penyiapan infrastruk dan Prokes/SOP AKB dari Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan daerah.
Namun, bagi sekolah-sekolah negeri selain kelompok unggulan tersebut, kemampuannya dalam menyiapkan infrastruktur sangat beragama. “Untuk itu sangat diperlukan adanya intervensi Negara sehingga peserta didik dan pendidik di sekolah-sekolah tersebut dapat terlindungi selama PTM pada masa pandemi”, ujar Retno.
(c) Sekolah-sekolah yang sudah PTM terbatas umumnya menerapkan persyarat yang ketat untuk keselamatan peserta didik, diantaranya kewajiban menggunakan kendaraan pribadi. “Persyaratan ini sulit dipenuhi oleh anak-anak dari keluarga miskin, karena umumnya mereka tidak memiliki kendaraan pribadi. Padahal anak-anak dari keluarga tidak mampu ini yang justru tidak terlayani PJJ daring, mereka membutuhkan PTM,” urai Retno.
Retno menambahkan “Akhirnya pernyataan Mendikbud bahwa PTM untuk mengatasi anak-anak dari keluarga miskin yang selama ini terkendala PJJ karena ketiadaan alat daring justru tidak teratasi. Anak-anak dari keluarga miskin tetap tidak terlayani juga di PTM. Negara perlu hadir untuk anak-anak keluarga miskin tersebut”.
Rekomendasi
1. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kemdikbud dan Kementerian Agama Republik Indonesia harus melakukan rapat koordinasi nasional dengan para Kepala Dinas Pendidikan provinsi dan kabupaten/kota serta para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan kabupaten/kota untuk melakukan pemetaan kesenjangan digital antara sekolah di pedesaan dengan di perkotaan sehingga terpetakan juga kecamatan mana yang mayoritas masalah pada sinyal yang tak stabil, blank spot, atau pada ketiadaan alat daring. Pemetaan masalah yang jelas dan terukur akan memberikan kemudahan intervensi atau penyelesaian masalahnya, sehingga semua peserta didik terlayani BDR/PJJ dengan baik, Bantuan Negara menjadi tepat guna dan berkeadilan. Sehingga diharapkan nantinya angka putus sekolah dan angka perkawinan usia anak dapat ditekan;
2. Dinas Pendidikan Daerah harus bekerja dengan Dinas terkait misalnya Dinas Kesehatan Daerah untuk sinergi dalam menyiapkan dan mengawal Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang akan dilaksanakan serentak pada Juli 2021 sebagai salah satu cara menyelesaikan kebuntuan dari BDR/PJJ, agar PTM benar-benar berkualitas pembelajarannya dan juga berkeadilan. Jangan sampai syarat anak didik mengikuti PTM hanya dapat dipenuhi oleh anak-anak dari keluarga kaya. Mengingat banyak syarat PTM yang tidak dapat dipenuhi anak-anak dari keluarga miskin karena harus naik kendaraan pribadi dan harus memiliki sejumlah sarana mendukung 3M dan 5M. Padahal yang tak terlayani PJJ justru anak-anak dari keluarga miskin;
3. Sekolah Harus lebih kreatif agar PTM di masa pandemic tidak menjadi kaku dan mencekam, tapi tetap aman dilaksanakan. Gelar PTM juga harus mempertimbangkan positivity rate kasus covid di suatu daerah
Dibutuhkan kreativitas sekolah-sekolah di berbagai daerah yang dapat memanfaatkan alam dalam melakukan PTM, misalnya anak-anak di pesisir dapat belajar di alam terbuka di tepi pantai, anak-anak di penggunungan dapat belajar di alam terbuka khas penggunungan dengan bermodalkan tikar atau kursi lipat, namun tetap menjalankan protocol kesehatan. Apalagi sekolah-sekolah dipelosok yang mungkin tidak sanggup membangun infrastruktur Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di satuan pendidikan pada masa pandemic harus mendapatkan bantuan dan intervensi dari pemerintah pusat maupun daerah.
“Selain itu Pelaksanaan PTM tidak bisa diseragamkan di seluruh Indonesia, memgingat Indonesia teramat luas dan sangat beragam kondisinya, oleh karenanya belajar di luar ruangan dengan tetap menerapkan 3 M bisa menjadi pilihan atau alternative bagi sekolah-sekolah yang belum mampu menyiapkan infrastruktur dan air bersih yang memadai,” pungkas Retno.