opini

Kenapa Bencana Alam Tak Berhenti Sepanjang Tahun!

Senin, 25 Januari 2021 | 16:32 WIB
images (54)


Palembang,Klikanggaran.com - Apabila kekuasaan dianggap keuntungan, amanat dianggap ghanimah (rampasan), membayar zakat dianggap merugikan, beiajar bukan karena agama (untuk meraih tujuan duniawi semata), suami tunduk pada istrinya, durhaka terhadap ibu, menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah, bersuara keras (menjerit jerit) di masjid, orang fasig menjadi pemimpin suatu bangsa, pemimpin diangkat dari golongan yang rendah akhiaknya, orang dihormati karena takut pada kejahatannya, para biduan dan musik (hiburan berbau maksiat) banyak digemari, minum keras/narkoba semakin meluas, umat akhir zaman ini sewenang - wenang mengutuk generasi pertama kaum Muslimin (termasuk para sahabat Nabi saw, tabi’in dan para imam muktabar). Maka hendaklah mereka waspada karena pada saat itu akan terjadi hawa panas, gempa,longsor dan kemusnahan. Kemudian diikuti oleh tanda-tanda (kiamat) yang lain seperti untaian permata yang berjatuhan karena terputus talinya (semua tanda kiamat terjadi).”(HR. Tirmidzi)


Ketika terjadi bencana alam, paling tidak ada tiga analisa yang sering diajukan untuk mencari penyebab terjadinya bencana tersebut.


Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan. Kedua, sebagai ujian dari Tuhan. Ketiga, Sunnatullah dalam arti gejala alam atau hukum alam yang biasa terjadi.


Untuk bencana di Indonesia saat ini,  ketiga analisa tersebut semuanya mempunyai kemungkinan yang sama besarnya.


“Jika Kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,” (Al-Isra'[17]: 16).


Jika bencana dikaitkan dengan dosa-dosa bangsa ini bisa saja benar, sebab kemaksiatan, korupsi dan kezoliman sudah menjadi kebanggaan baik di tingkat pemimpin (struktural maupun kultural) maupun adanya ulama  yang rela menjual Aqidah demi jabatan.


Apabila dikaitkan dengan ujian, bisa jadi sebagai ujian kepada bangsa ini, khususnya kaum Muslimin agar semakin kuat dan teguh keimanannya dan berani untuk menampakkan identitasnya. 


Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika amanat disia-siakan, maka tunggulah saatnya (kehancuran). Abu Hurairah bertanya; “Bagaimana amanat itu disia-siakan wahai Rasulullah?, Beliau menjawab,”Jika suatu urusan diserahkan pada orang yang bukan ahlinya (tidak memenuhi syarat)”. ( H R. Bukhari).


Hilangnya ketulusan dan kebijakan para ulama dan cendekiawan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penguasa dan pengusaha (orang kaya) itu akan menjadi-jadi jika ulama/cendekiawan sebagai pilar penting suatu bangsa yang bertugas untuk memberi peringatan terseret ke dalam kepentingan dunia demi jabatan dan harta.


"Mungkin kita dalam kondisi seperti  itu saat ini dan selaku umat yg taat kepada Allah dan Rasulnya di wajibkan untuk berkata benar dan berdoa untuk keselamatan negara ini, jangan biarkan para ulama dunia bertindak merusak Aqidah seperti yang dahulu mereka kerjakan bersatu dengan kaum komunis mengkhianati agama Allah."


"Yang terbaik untuk dilakukan umat dalam kondisi saat ini hanyalah berkata benar, tidak mendukung kezoliman, tidak mendambakan jabatan, tidak menjadi pengemis untuk mendapatkan sejumlah uang, yg terbaik di di lakukan adalah berani berkata benar dan  berdoa kepada Allah."


Penulis: Feri Kurniawan, Deputy MAKI Sumsel


Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB