opini

SBY, Satu Putaran Saja, dan P5: Positioning

Jumat, 24 Juli 2020 | 09:08 WIB
sby-boediono


Artikel ini ditulis oleh Denny JA: Positioning membayangkan segmen pasar yang hendak dituju oleh produk. Positioning disatu sisi mengkapitalisasi visi dan kekuatan kandidat. Di sisi lain, positioning juga menekankan kelemahan dari kompetotor.


(KLIKANGGARAN)--Strategi Positioning dalam pemilu bukan hanya soal menampilkan keunggulan pemimpin atau gagasan. Positioning juga memahami hati dan pikiran publik luas saat itu. Yaitu mendengar debar jantung mereka soal kualitas pemimpin dan gagasan apa yang kala itu mereka sangat harapkan.


Prinsip ini yang penulis ingat ketika menatap kembali foto itu. Ini peristiwa penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI Jaya) kepada penulis di tahun 2009 (1).


The Newsmaker of Election 2009. Itulah nama penghargaan itu. Penulis dianggap orang yang paling banyak diberitakan, di luar capres 2009, karena mengkampanyekan gagasan SATU PUTARAN SAJA!”


Atas pertarungan tiga konstentan Capres 2009: SBY-Boediono, Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto, sudah muncul skenario waktu itu. Siapapun yang menghadapi SBY di putaran kedua, akan bergabung.


Waktu itu aturannya masih menghendaki pemenang pilpres harus meraih di atas 50 persen dukungan. Jika pada putaran pertama tak ada yang memperoleh di atas 50 persen, maka diselenggarakan pilpres putaran kedua.


Hampir pasti SBY- Boediono lolos di putaran kedua. Siapapun yang akan menghadapi SBY di putaran kedua, akan menggabungkan kekuatan. Di putaran kedua, ramai diskenariokan. SBY- Boediono akan dikeroyok oleh koalisi besar Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto.


Dalam konteks itulah, penulis menggerakkan isu yang saat itu kontroversial dan menjadi percakapan: SATU PUTARAN SAJA !


Penulis memimpin satu lembaga: Lembaga Studi Demokrasi (LSD), mengkampanyekan dari sisi masyarakat, sebaiknya pilpres berakhir satu putaran saja. Pilpres dua putaran bukan hanya memboroskan biaya ekonomi trilyun rupiah.


Pilpres dua putaran juga beresiko dengan biaya politik. Pembelahan sikap publik luas yang lebih lama. Padahal waktu yang ada lebih baik digunakan untuk memulai kembali roda ekonomi.


Penulis pun menyampaikan hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA). Bahwa yang paling potensial menang satu putaran saja adalah SBY- Boediono. Jika publik menghendaki pilpres 2009 selesai Satu Putaran Saja, maka SBY- Boediono yang paling mungkin mewujudkannya.


Gagasan itu penulis iklankan di banyak TV dan Koran. Iklan tayang berulang- ulang. Penulis gerakkan juga aneka diskusi di aneka tempat.


Seketika gagasan Satu Putaran Saja menjadi percakapan publik. Bahkan dalam debat resmi capres 2009, gagasan itu juga dipercakapan di atas panggung. Aneka isu kampanye yang lain kalah pamor.


Ketika menyerahkan penghargaan, wakil dari PWI Jaya mengatakan:

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB