Jakarta, KlikAnggara .com— Pademi covid 19 yang terjadi di semua negara tak luput Indonesia harus menelan pil pahit akibat pandemi covid 19 tersebut, kondisi pandemi tersebut mendorong pemerintah mengambil sikap kebijakan PSBB (pembatasan sosial bersekala besar) demi meminimalisir penyebaran virus covid 19 yang sangat massif.
Kebijakan PSBB tersebut berdampak pada kondisi melumpuhnya sektor usaha dan bisnis masyarakat, selain itu juga mengakibatkan bahan pangan deflasi, yang di indikasikan menurunnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok.
Dengan dilakukan kebijakan PSBB dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (covid-19) oleh pemerintah yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 21 tahun 2020. Maka, pemerintah perlu memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk yang dibunyikan pada pasal 4 ayat 3.
Selain itu disampaikan juga dalam peraturan tersebut pada pasal 5 ayat 1 Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pada pasal 55 ayat 1 yakni selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggungjawab pemerintah pusat.
Maka dengan dasar tersebut pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat baik berupa bantuan tunai dan non tunai berupa sebako, yang saat ini sudah didistribusikan kepada masyarakat sebagai tanggung jawabnya.
Yang menjadi catatan adalah advokasi terhadap bantuan yang di kucurkan oleh pemerintah, hal ini dilakukan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat bawah, kenapa demikian, karena untuk mengantisipasi penyunatan bantuan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Seperti informasi lalu Lalang yang saya dapat, adanya oknum tingkat bawah yang menyunat bantuan nontunai dan tunai, yang seharusnya masyarakat mendapat sembako berupa beras 15 kg per kk namun hanya diberikan 10 kg artinya ada tindak pelanggaran hukum, dan bantuan langsung tunai yang diberikan jangan dikenakan administrasi yang mengada-ada oleh aparatur pendistribusi, misalnya untuk pembukaan rekening dikenakan biaya 100 ribu dan saat sudah cair dipotong kebali 100 ribu padahal bantan tersebut free tanpa ada biaya administrasi, selain itu juga jangan nepotisme mementingkan keluarga aparatur tapi harus tepat sasaran.
Dasar hukum pemidanaan adalah Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 menyebutkan: (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar; (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Maka dari itu saya meminta agar petugas atau aparatur yang diberi kewenang dalam pendistribusian untuk berprilaku bermoral, selain itu masyarakat juga harus turut ikut aktif dalam mengawasi bantuan ini, bila ada tindakan yang menyimpang segera informasikan kepada bihak berwajib, untuk diproses secara hukum.
Ditulia Oleh: Wahyudin Jali
Koordinator Investigasi Kaki Publik