Jakarta,Klikanggaran.com - Tanpa kita
sadari musuh utama dibalik ganasnya pandemi corona adalah oposisi pemerintah. Cara-cara yang mereka pakai dibalik demokrasi nyatanya hanya untuk memuluskan niat jahat mereka. Tidak ada sedikitpun rasa simpati yang ditujukan pasa rakyat, tenaga medis, relawan apalagi pemerintah yang tengah berjuang melawan corona.
Target awal mereka jelas ingin ekonomi kita hancur lewat segala cara. Orang-orang seperti DKI 1, mantan wapres, Tengku Zul, Said Didu, Putra Mahkota Cikeas, Refly Harun, seakan menjadi pemantik agar kepercayaan pada pemerintah turun. Saat awal pandemi ini mereka beramai-ramai menuntut lockdown.
Tujuannya apa? Bukan untuk memutus rantai penyebaran corona tentunya. Karena putra mahkota Cikes sempat mengadakan kongres partai, begitu juga DKI 1 yang sempat mengumpulkan ormas se Ibukota dan pembatasan transportasi massal dengan dalih efek kejut. Nyatanya lockdown yang mereka tuntut tidak lain untuk melemahkan ekonomi kita.
Bayangkan di tengah ekonomi negara yang menurun, pemerintah dituntut memberi makan ratusan juta rakyat. Negara bisa jatuh ke lubang resesi lebih cepat. Apalagi posisi negara kepulauan yang membutuhkan logistik yang tidak sedikit. Sudah rakyat yang bekerja harian terancam kelaparan, ekonomi negara hancur. Akhirnya slogan Said Didu "saatnya ganti pemimpin" yang akan dipakai menumbangkan Jokowi. Jahat betul mereka ini.
Tapi, bukan Jokowi namanya kalau tak mengenal akal-akalan oposisi. Dengan cepat ia mengganti lockdown dengan PSBB yang memungkinkan pekerja harian masih bisa mencari nafkah. Pemerintah juga tak perlu menjamin kebutuhan semua rakyat kecuali yang benar-benar miskin. Kemudian diikuti kebijakan penyaluran anggaran 400 triliun lebih termasuk mensubsidi listrik dan menstimulus rakyat dan pengusaha mikro. Ekonomi kita akhirnya berhasil diselamatkan.
Belakangan kebijakan Jokowi juga disambut sentimen positif pasar. Rupiah kembali menguat tajam hingga bisa menyelamatkan angkanya dari hampir 17 ribu kembali ke angka 14 ribuan. Ini pencapaian luar biasa. Negara ini harus diselamatkan baik dari pandemi corona maupun dari kejatuhan ekonomi.
Skenario busuk oposisi selanjutnya dengan memprovokasi RUU omnibus law. Padahal kita tahu di dalamnya bertujuan menumbuhkan investasi dalam negeri. Arief Poyuono sebelum adanya wabah sudah membuat video provokatif berjudul "Indonesia memanggil" untuk menghalangi RUU ini. Ditambah lagi keinginan kuat Said Iqbal sebagai presiden buruh untuk demo besar-besaran tanggal 30 April. Untungnya Jokowi gerak cepat membaca situasi dengan memanggil Said Iqbal dan menyatakan dengan tegas menunda pembahasan RUU omnibus law. Rencana demo berhasil digagalkan.
Kini oposisi bermain isu TKA China yang masih diperbolehkan masuk. Padahal inilah kekuatan ekonomi negara kita yang didukung China sebagai mitra terbesar dalam investasi. Kedatangan para TKA kaitannya dengan pengerjaan bateray di Sulawesi. Ini akan menjadi energi terbesar di masa mendatang setelah era minyak berakhir. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar dan tentunya menjadi kekuatan ekonomi terbesar.
Maka tak heran oposisi berteriak keras menolak TKA China yang pada dasarnya telah mengikuti prosedur yang berlaku (karantina 14 hari). Tentunya pemerintah melakukan ini semua untuk menyelamatkan ekonomi kita.
Setelah isu TKA China belakangan kita diberi berita permintaan untuk mencetak mata uang ratusan triliun. Rencana terjahat meski dibalut kata-kata halus untuk menyelamatkan daya beli.
Kenapa harus mencetak 600 triliun? Apakah mereka tak belajar mengenai inflasi? Apa dipikir rakyat Indonesia bodoh? Justru kalau permintaan itu dilakukan yang ada mata uang kita tak ada harganya. Sudah banyak PHK, daya beli rendah ditambah uang beredar terlampau tinggi hingga menumbangkan rupiah dihadapan dollar dan akhirnya membuat harga barang melambung tinggi. Inikan jahat sekali namanya.
Untungnya pemerintah Jokowi tak sekonyol yang mereka kira. Jokowi bekerja dengan dua tujuan, menyelamatkan negara dari corona sekaligus memulihkan ekonomi kita. Makanya permintaan mencetak uang jelas diabaikan. Termasuk membiarkan TKA untuk tetap bekerja dengan tentunya mempertimbangan aspek kesehatan tapi bertujuan mendorong ekonomi kita.
Apa yang dikatakan Anies sebagai DKI 1 kalau pekerjaan bisa dicari tapi nyawa tak bisa diganti memang benar tapi juga salah. Salahnya adalah kalau terus-terusan PSBB dilakukan tanpa pemberian stimulus ke pengusaha mikro, yang ada PHK massal di mana-mana. Mungkin warganya tak meninggal karena corona tapi mati perlahan akibat kelaparan. Apalagi dengan banyaknya PHK jelas menambah banyak jumlah warga miskin padahal mereka tak tercatat sebagai penerima bantuan. Terus di mana keberpihakannya?
Akhirnya kini kita tahu rencana para oposisi jahat untuk menjungkalkan ekonomi negara. Makanya Refly Harun sesumbar kaum intelek pasti mengkritik pemerintah, padahal otaknya jauh di bawah Erick Thohir. Semoga Jokowi dan jajarannya bisa memenangkan pertarungan utama dibalik corona. Kita semua yakin Tuhan masih sayang dengan rakyat Indonesia.