Jakarta,Klikanggaran.com - Bagi orang tua ex-WNI yang tergabung ISIS, jelas kewarganegaraan mereka gugur dan karenanya Pemerintah tidak mempunyai kewajiban untuk memberi perlindungan.
Namun bagaimana dengan anak-anak anggota ISIS ex-WNI?
Pertanyaan ini muncul mengingat mereka tidak bisa memilih ketika orang tua mereka memutuskan untuk bergabung dengan ISIS.
Bagi mereka kewarganegaraan Indonesianya akan hilang bila mereka ikut dalam latihan militer ISIS di usia muda dan menjadi tentara. Atau mereka mengangkat sumpah untuk setia pada ISIS.
Boleh jadi bagi mereka saat itu tidak memiliki pilihan lain, bahkan dipaksa, mengingat saat itu mereka berada ditempat-tempat yang dikuasai oleh ISIS.
Bisa jadi atas alasan tersebut kewarganegaraan Indonesia mereka tidak hilang.
Apakah mereka berhak kembali ke Indomesia?
Dalam menjawab pertanyaan ini pemerintah harus menseleksi secara ketat berdasarkan empat kriteria utama.
Pertama, apakah mereka tidak terdoktrinasi dengan paham-paham ISIS mengingat mereka sejak usia belia telah terdoktrinasi. Doktrinasi di usia muda akan membekas secara mendalam.
Kedua, harus dilakukan asesmen apakah anak tersebut bersedia dipisahkan dari orang tua dan memiliki keluarga di Indonesia.
Asesmen ini penting karena orang tua mereka jelas tidak mungkin kembali ke Indonesia. Sementara mereka perlu pendamping yang menggantikan orang tua.
Dalam konteks ini penting bagi mereka untuk memahami mengapa mereka dipisahkan dari orang tua mereka.
Jangan sampai mereka menaruh dendam kepada pemerintah Indonesia yang seolah memisahkan dengan orang tua mereka. Bila ini terjadi bukannya tidak mungkin saat dewasa justru mereka akan memerangi pemerintah yang sah.
Ketiga, mereka harus dipastikan tidak dianggap oleh pemerintah Suriah atau Irak telah melakukan kejahatan, termasuk kejahatan terorisme berdasarkan hukum setempat.
Terakhir, keinginan mereka kembali ke Indonesia adalah betul-betul ketulusan untuk hijrah dari ISIS.
Oleh karenanya pemerintah tidak perlu menjemput mereka secara khusus untuk melakukan evakuasi.
Ini perlu dipastikan oleh pemerintah. Bila mereka hanya berpura-pura insyaf bukannya tidak mungkin justru mereka membangunkan sel-sel yang mungkin ada di Indonesia atau negara-negara sekitar.
Penulis: Hikmahanto Juwana,
Guru Besar Hukum Internasional UI