opini

Sebuah Revolusi atas Intoleransi

Sabtu, 14 Desember 2019 | 08:00 WIB
images (2)


Jakarta,Klikanggaran.com - Kita dan bangsa ini dibesarkan dengan ribuan konflik, akibat perbedaan latar belakang sosial. Keanekaragaman negeri, yang sejatinya dapat menjadi daya dorong tersendiri dalam kemajuan peradaban negeri, justru dipelintir untuk memecah belah, sehingga menciptakan konflik atas sesama, semata demi memenuhi kepentingan kelompok dan politik yang busuk.


Kita berada di era dimana kita sering mengulangi untuk jatuh ke lubang yang sama. Di beragam tempat di dunia, kita dapat menyaksikan bahwa perbedaan merupakan pemicu timbulnya konflik berkepanjangan yang menelan banyak korban. Jelas, bahwa negeri bahkan dunia membutuhkan sebuah perubahan mendasar dan utuh nan menyeluruh terkait permasalahan yang tak kunjung selesai ini. Kita membutuhkan revolusi atas intoleransi yang menyebar dalam bentuk kebencian, rasisme, dan diskriminasi dalam berbagai bentuk ilusinya.


Konsep toleransi memainkan peran sentral dalam masyarakat majemuk, karena menggambarkan sikap yang memungkinkan konflik kepercayaan dan praktik. Pada saat yang sama, ‘menjinakkan’ mereka dengan menunjukkan alasan konflik satu sama lain dalam perbedaan pendapat yang sedang berlangsung. Pandangan kritis terhadap sejarah dan masa kini dari istilah ini memperjelas, bahwa masih sangat kontroversial dalam hal isi dan evaluasinya, dan bahkan dalam konflik. Bagi sebagian orang, toleransi adalah sebuah/reaksi ungkapan saling menghormati meskipun ada perbedaan yang dalam, bagi yang lain itu adalah sikap dan praktik yang merendahkan, berpotensi represif.


Sebelum itu, kita harus memahami secara utuh makna dari toleransi itu sendiri. Toleranz im Konflikt: Geschichte, Gehalt und Gegenwart eines umstrittenen Begriffs, adalah sebuah pemikiran Rainer Forst, dia mencoba merekonstruksi wacana toleransi filosofis dan politis sejak jaman dahulu; ia menunjukkan beragam alasan dan praktik toleransi dan mengembangkan teori sistematis yang berdasarkan informasi historis yang diuji pada konflik toleransi saat ini. Dia juga menyebutkan bahwa setidaknya ada empat tingkatan toleransi, dengan setiap tingkatnya berpijak pada tingkatan lainnya.


Di tingkatan pertama adalah Erlaubnis, sekedar membiarkan ada. Pada tingkat ini, mayoritas kelompok akan sekedar membiarkan adanya kelompok minoritas di lingkupnya, dengan segala budaya dan cara hidupnya, tanpa pemahaman yang utuh. Pada tingkat ini juga, hubungan kekuasaan yang tidak adil dan merata masih akan terasa.


Tingkat kedua, adalah Koexistenz, berada bersama. Pada tingkat ini terdapat hubungan yang setara dan beradab di antara kelompok-kelompok yang berbeda kultur dan cara hidup. Tingkat ketiga, adalah Achtung, hubungan yang berpijak pada rasa hormat. Pada tingkat ini,berbagai kelompok yang berbeda akan melihat satu sama lain sebagai kelompok yang setara dalam moral dan budaya. Terakhir di tingkat keempat, adalah Anerkennung, tingkat pengakuan dan penghargaan terhadap keanekaragaman kehidupan itu sendiri. Ini juga termasuk pengakuan dan penghargaan terhadap perbendaan budaya dan cara mereka memandang di berbagai bidang, antara lain agama, politik dan ekonomi.


Pada buku Toleranz lernen: zur Auseinandersetzung mit Toleranz und Intoleranz, karangan Rheinhold Weber ini menyatakan bahwa untuk mencapai sebuah target dari toleransi itu sendiri, setidaknya dalam teknisnya terdapat enam prinsip. Antara lain, pertama adalah prinsip tanpa kekerasan. Kedua, pengakuan dan penghormatan terhadap segala jenis perbedaan dalam kehidupan bersosial. Ketiga, keadilan di dalam hubungan dengan orang lain, terutama terkait dengan latar belakang yang berbeda. Keempat, kemampuan untuk mempertanyakan posisi pribadi di hadapan berbagai peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain prinsip ini berteguh dalam kerendahan hati, bahwa orang tidak bisa kemudian untuk sampai pada kebenaran yang seutuhnya, sehingga ia bersedia untuk terus mempertanyakan dirinya sendiri, dan berdialektika dengan orang lain.


Pada prinsip kelima, Weber menjelaskan bahwa untuk mencapai iklim yang toleransi dalam keanekaragaman adalah dengan berkemampuan dan memiliki kemauan untuk memperlakukan orang lain, sebagaimana kita ingin diperlakukan orang lain. Prinsip ini menanamkan ajaran agama maupun budaya yang diaggap baik untuk diterapkan. Prinsip keenam, adalah komitmen untuk menyelesaikan semua konflik akibat perbedaan dengan cara-cara yang damai, kreatif dan beradab. Konflik yang diselesaikan dengan kekerasan dan dendam akan terancam untuk melahirkan konflik baru yang lebih parah.


Toleransi adalah kunci untuk kehidupan dinamis yang damai di tengah masyarakat multikultur dan demokratis, seperti Indonesia. Tanpa toleransi, kehidupan bernegara akan diwarnai dengan tegangan serta melahirkan konflik tanpa henti dan solusi. Dengan keadaan penuh intoleransi seperti sekarang yang kita rasakan saat ini, saya pikir kita harus menyegerakan sebuah revolusi yang utuh, yakni sebuah perubahan yang cepat, menyeluruh dan mendasar. Revolusi inipun harus disertai pada beberapa tingkatan, dimulai dengan sudut pandang pribadi hingga menyebar pada kehidupan sosial politik bernegara.


Revolusi atas intoleransi haruslah menjadi sebuah prioritas baru untuk langkah politik kita. Jika tidak, maka kehidupan bersama akan terus jatuh dalam lubang yang sama, yaitu lubang kekacauan. Ketika perpolitikan negara kacau, maka peluang lahirnya pemerintahan yang otoriter nan kejam akan lahir dan semakin luas perkembangannya. Indonesia memiliki sebuah masa lalu dan trauma sejarah dengan itu semua, maka berjanjilah untuk tidak membiarkannya untuk terulang kembali, wahai pemuda Indonesia!


Penulis: Ade Fajri, Direktur Utama Fasco Unsri 2019


Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB