Baru-baru ini juga muncul sekelompok orang yang menamakan dirinya Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Berintegritas (BMPPAB). Mereka mengklaim telah menemukan sebanyak 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) dinilai bermasalah, yakni data pemilih yang dianggap janggal dan tidak wajar, yakni 17,5 juga pemilih dengan tanggal kelahiran 1 Januari, 1 Juli, dan 31 Desember.
Sekilas masyarakat bisa terkecoh dengan maneuver ini, seolah ada akal-akalan pemerintah dalam merekayasa administrasi kependudukan untuk kepentingan pemilu. Mereka tidak mau tahu dijelaskan bahwa ada peraturan yang berlaku sejak tahun 70an karena banyak WNI yang tidak mengetahui dan diketahui kapan tanggal lahirnya. Maka untuk kepentingan administrasi kependudukan, dibuatkan tanggal untuk mereka, yakni yang awalnya 31 Desember kemudian menjadi dua pilihan, yakni 1 Januari dan 1 Juli. Data ini nyata dan dapat diverifikasi dan sudah dilakukan proses pemutakhiran lapangan (pencocokan dan penelitian) oleh petugas KPU saat mereka memasukan ke dalam Daftar pemilih (DPT).
Viral informasi hasil penghitungan suara di LN dengan kemenangan mutlak pasangan 02 baru-bari ini menambah kesesatan informasi. Informasi ini menyesatkan, karena pemungutan suara saja sebagian belum dilaksanakan dari 130 negara perwakilan. Sementara penghitungan suara, baru akan dihitung secara serentak dengan pemilu di dalam negeri tanggal 17 April 2019.
Kita semua tentu saja harus menolak upaya-upaya kecurangan yang dilakukan oleh siapa saja, termasuk mencoblos secara ilegal untuk kemenangan salah satu kontestan. Oleh karena itu harus kita dorong seluruh perangkat penyelenggara dan perangkat hukum untuk memproses dan menghukum siapa saja yang berupaya dan melakukan kecurangan. Akan tetapi, jangan buru-buru membangun opini dan stigma bahwa penyelenggara pemilu memihak salah satu kontestan, apalagi dikaitkan dengan kepentingan petahana.
Disinyalir secara kuat adanya upaya-upaya berbahaya untuk mendelegitimasi penyelenggara KPU. Sebagai mantan penyelenggara pemilu, saya memandang upaya-upaya sistemik seperti di atas sangat berbahaya, bukan saja kepada konteks kontestasi yang adil, tetapi juga membangun ketidakpercayan masyarakat. Ujung dari upaya-upaya ini dikhawatirkan masyatakat akan mudah disulut untuk memprotes hasil pemilu dengan cara-cara di luar koridor hukum. Bahkan ada ancaman-ancaman akan ada chaos.
Sungguh suatu hal yang berbahaya bagi demokrasi dalam pemilu yang selama ini telah susah payah dibangun hanya untuk sekedar memuaskan kepantingan-kepentingan kekuasaan sekelompok orang.
Oleh karena itu, saya menghimbau pada masyarakat untuk memberikan kepercayaan kepada penyelenggara pemilu, KPU, dan Bawaslu untuk berkerja professional, terbuka dan mandiri serta melawan setiap upaya sekelompok orang yang akan merusak proses pemilu ini, semata-mata demi pemilu yang berkualitas dan hasilnya kita akui sebagai prestasi bangsa.
Jakarta, 12 April 2019