Klikanggaran.com (23-03-2018) - Seperti kita ketahui, masyarakat Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada Pesta Demokrasi Lima Tahunan “PEMILU”. Dimana masyarakat Indonesia memberikan hak suaranya untuk para calon Pemimpin Daerah maupun Presiden secara serentak. Kompleksitas proses pemilu pun melibatkan banyak lapisan masyarakat. Kompleksitas ini membuat para calon pemimpin beradu strategi dalam menarik simpati masyarakat.
Melihat Indonesia yang tingkat kesehatan dan proses pelayanannya masih rendah dan minim, menjadi suatu peluang baik bagi para calon pemimpin dalam menarik simpati. Bermunculan calon pemimpin mulai memprogramkan stabilitas kesehatan untuk masyarakat dengan berbagai bentuk dan model. Di antaranya kartu yang memudahkan masyarakat dalam mendapat akses dan fasilitas kesehatan bahkan gratis.
Melihat fenomena tersebut, dilatarbelakangi oleh kesenjangan di mata lembaga kesehatan. Dimana mereka yang sejahtera secara ekonomi mampu mendapat akses dan fasilitas yang memadai serta diprioritaskan. Sedangkan, untuk mereka yang tidak sejahtera secara ekonomi, tidak sejahtera pula dalam mengakses fasilitas dan pelayanan kesehatan. Ini strategi jitu para calon pemimpin memberangus kesenjangan akses dan fasilitas kesehatan, serta mengkampanyekan dirinya untuk mendapat simpatisan dari berbagai kalangan masyarakat.
Jika ditelisik kembali secara sosial politik, apakah memang betul kesenjangan ini diprogram sedemikian rupa dengan bargening kesenjangan tersebut dapat digunakan sebagai senjata pamungkas dalam menarik simpati masyarakat?
Publik pun mengetahui bahwa dana yang digunakan pemerintah untuk mengakses dan memfasilitasi kesehatan secara gratis tersebut didapat dari uang rakyat juga. Lalu, muncul pertanyaan baru dari masyarakat. Kenapa kesehatan harus menjadi dagangan perpolitikan??
Terlepas dari dinamika yang saya terangkan di atas. Mestinya, problematika semacam ini harus disadari para calon pemimpin dan pemerintah. Bahwa kesehatan bukan barang mainan, ini menyangkut nyawa masyarakat kelas bawah yang saat ia membutuhkan pengobatan, ia harus segera diobati. Karena ia juga butuh hidup, butuh sehat, dan butuh kesejahteraan.
Demikian disampaikan oleh Wahyudin Jali, Koordinatori Kajian dan Analisis Keterbukaan Informasi Publik, pada Klikanggaran.com di Jakarta, Jumat (23-03-2018).