Klikanggaran.com (05-03-2018) - Rini Soemarno adalah sosok yang bersahaja dalam memimpin perusahaan Astra ke dalam tracknya pada tahun 1999. Beliau juga pernah menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) di era pemerintahan Megawati.
Sebagai Menteri BUMN yang berada di dalam kabinet 2014-2019, posisinya tidak dapat digoyahkan dengan ambisi kader partai politik mainstream yang cenderung memiliki nafsu untuk menguasai kementerian yang beliau pimpin. Hari ini, di tahun keempat semester pertama tahun 2018, wanita priyai Jawa ini sudah memberikan target kepada 13 hingga 14 perusahaan yang merugi di akhir tahun 2017 dalam Rakor BUMN di Toba pada Desember 2017. Jumlah itu menurun dibandingkan semester I 2017, dimana sebanyak 24 BUMN yang mengalami defisit.
Ada fakta menarik lainnya, yakni laba BUMN yang memberi kontribusi sebesar 107,1 persen terhadap APBNP 2017. Tercatat pendapatan real sementara BUMN sebesar Rp43,9 triliun. Angka ini merupakan laba tertinggi sejak tahun 2012.
Apalagi yang harus kita sangsikan, jika BUMN yang selama ini berdiri pihak-pihak oportunis dan selalu merugikan negara, lambat laun mulai berbenah dengan mempersempit ruang bagi jalur koordinasi kebijakan yang tumpang tindih. Dengan adanya ketegasan seorang priyayi, beliau mengesankan nilai generalisasi gender bagi seorang pemimpin wanita yang selalu memimpin laksana Alexandrina Victoria, ratu Britania Raya yang memerintah dengan kecerdasan dan kecermatan hingga berlangsung selama 63 tahun 216 hari, lebih lama dari raja atau ratu Britania Raya manapun.
Sebut saja, bagaimana perhatian beliau saat pertama kali memimpin, hasil dari kebaikan beliau atas perusahaan BUMN. Beliau berhasil melobi agar diberlakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan lembaga di tahun 2015. Meskipun faktanya, ada beberapa perusahaan yang justru merugi setelah mendapatkan suntikan modal tersebut.
Dari sejumlah BUMN yang mendapatkan suntikan modal, terdapat 26 BUMN yang sudah melakukan PMN mengalami kenaikan pada laba bersihnya, dan ada 4 BUMN yang mendapatkan PMN. Sehingga tingkat kerugian mereka mengecil, tapi 6 BUMN yang sesudah mendapatkan PMN yang kerugiannya justru bertambah, seperti Garuda atau Krakatau Steel yang mengalami kerugian cukup besar.
Untuk Garuda dan Krakatau Steel, besar kemungkinan karena bermasalah dalam pengelolaan struktur biaya. Garuda Indonesia mengalami kerugian karena meningkatnya harga bahan bakar serta masih ruginya beberapa rute domestik dan internasional, adapun pada kasus Krakatau Steel (KS), kinerja pada triwulan pertama tahun 2017 mengalami kerugian sebesar US $22,24 juta atau relatif membaik dibandingkan kerugian pada periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar US $62,84 juta. Beban kerugian ini timbul karena masih meruginya banyak anak perusahaan di bawah KS, dan tingginya beban biaya akibat financial charges.
Menteri BUMN juga sangat kukuh mempertahankan kewibawaan bangsa ini, dengan mempertegas kepada perusahaan asing untuk kewajiban divestasi 30% saham. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara (PP 77/2014), inilah kesempatan baik BUMN untuk ikut memonitor Freeport dan perusahaan lebih mandiri dalam kebijakan yang lebih Indonesiawi dari pada menteri menteri BUMN sebelumnya.
Bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan perusahaan-perusahaan BUMN mengalami kerugian, selain disebabkan faktor eksternal yang bersifat uncontrollable, juga sebagian disebabkan lemahnya daya saing. Kelemahan tersebut bersumber dari lambatnya antisipasi bisnis karena dinamika lingkungan yang berubah, kualitas SDM dan leader yang kurang memadai, serta kemungkinan terlalu panjangnya birokrasi dalam pengambilan keputusan.
Betapa kuatnya Rini Soemarno yang selalu berperangai tenang dengan tampilan low profil dapat membuat keputusan yang strategis atas pengelolaan BUMN, ini tidak ditafsirkan hanya pada tangguhnya beliau pada tataran eksternal eksekutif, yakni menghadapi panggilan DPR RI berkali-kali. Namun kepiawaian beliau kepada internalnya dengan kekuatan seorang pemimpin yang selalu matang mengukur presisi kebijakan strategis, apalagi yang fenomenal dari kebijakan beliau adalah antisipasi beliau melakukan pengelolaan BUMN. Yang lebih responsif dan fokus untuk sebagian sudah terjawab, dengan mulai digulirkannya pembentukan Holding Company (HC) dan atau Holding BUMN baru di akhir 2017 lalu.
Dengan penuh perhitungan, para deputinya berusaha membentuk 15 induk usaha pada tujuh sektor sebagai bagian dari Roadmap BUMN Tahun 2015-2019. Ketujuh sektor itu, antara lain holding logistik dan perdagangan, perkebunan, farmasi, perkapalan, konstruksi dan infrastruktur, tambang dan pertanahan strategis. Tak hanya itu, pemerintah juga berencana akan memangkas 34 anak usaha, yang semula berjumlah 119 menjadi 85 entitas. Pembentukan HC ini sebagai upaya menghasilkan kerja sama yang bersifat win-win solution dan memutus mata rantai aktivitas yang tidak efisien. Intinya, HC menghasilkan value creation.
Menteri Rini sudah mendedikasikan sebuah kepemimpinan yang tegas terhadap para direktur BUMN nakal, dengan memberikan pengaruh dan ancaman matang atas segala kebijakannya. Beliau sangat mampu merangkul para direktur BUMN berkat kewibawaan beliau dan kekuasaan besarnya di dunia kepemimpinan perusahaan, meskipun dalam situasi politik kepartaian Indonesia yang mengharu-biru ini.
Demikian disampaikan oleh Ali Asgar Tuhulele, S.H., Advokat dan Konsultan Hukum, pada Klikanggaran.com di Jakarta, Senin (05/03/2018).
*Opini kolumnis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi.