KETIKA ditanyakan “Apakah agama sangat penting dalam kehidupan mereka?”, jawabannya bergantung di negeri mana Anda tinggal. Jika menjawab “Ya”, mungkin Anda merupakan salah satu penduduk di negeri yang tergolong miskin. Sebaliknya, jika jawaban Anda “tidak”, maka negara Anda adalah salah satu negara kaya yang berada di Eropa atau Amerika Utara.
Laporan riset PEWResearchCenter yang dipublikasikan lewat laman web resminya (19/4) menyebutkan bahwa penduduk negeri-negeri yang tergolong miskin cenderung lebih relijius dibandingkan dengan penduduk di negeri-negeri kaya. Negeri-negeri Subsahara yang GDP per kapitanya di bawah $10.000,00 mempunyai penduduk yang cenderung menganggap agama sangat penting dalam kehidupan mereka. Sebaliknya, penduduk di negeri-negeri Eropa, Amerika Utara, Korea Selatan, Jepang, dan Australia yang GDP per kapitanya di atas $30.000,00 cenderung mengatakan agama kurang penting dalam kehidupan mereka.
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia memeiliki GDP per kapita pada tahun 2015 sebesar $11.300,00. Jumlah itu mengalahkan Filipina, Pakistan, dan Indonesia. Tetapi, masih di bawah Malaysia. Bisa ditebak, penduduk di negeri-negeri tersebut cenderung mengatakan agama sangat penting dalam kehidupan mereka.
Apa yang terjadi? Apakah kemakmuran mengikis keimanan mereka terhadap agama ataukah kemiskinan yang mendekatkan mereka kepada agama?