opini

Aksi Bela Islam?

Jumat, 4 November 2016 | 05:39 WIB
images_berita_Okt16_1-AKSI

Adalah pulau seribu, tempat mula Ahok bicara dan mendulang "perkara". Adalah Al-Maidah ayat 51, salah sekian rangkai pidato yang Ahok paparkan, dan adalah Pilkada DKI, hajatan politik yang tak lama lagi akan digelar. Menjadi penting membahas persoalan di atas, karena titik mula di ataslah Ahok dianggap telah menistakan agama (baca: Islam). Kenyataan ini terus berkelindan, menyeruak memekik telinga sebagian komunitas muslim. Dan, pada hari ini, gelombang "protestan" turun jalan untuk menyuarakan tuntutan mereka atas ulah sang petahana.

 

Pihak Ahok sendiri, bersama pendukungnya telah melakukan ragam klarifikasi tentang konteks pidato sekaligus "permaafisasi" atas dampak yang akan timbul. Sampai di sini, dalam kapasitas antar pribadi pemeluk Islam semestinya persoalan sudah selesai. Karena, betapa Islam menjunjung tinggi mereka yang meminta maaf atas kesalahannya.

Tidak sedikit ayat2 Al-Quran maupun hadits yang mengkinstatir tentang pentingnya saling memaafkan. Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memaafkan orang-orang musyrik atas tindakan mereka menyakiti dan mendustakan Beliau. Sebab, Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang berbuat kebajikan dan memaafkan.

''Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.'' (QS: asy-Syuura; 43, lihat pula QS: 3:133-134, QS:7:199, QS:2:263, QS:4:149).

Sejarah sendiri telah mencatat bagaimana sikap Muhammad SAW atas masyarakat taif yang nyata-nyata melempari batu sekaligus menyengaja untuk mengingkari kenabian. Apa tindakan Nabi, mencela merekakah, atau menerima tawaran "nabok nyilih tangan" para malaikat? Tidak sama sekali, justru sebaliknya. Mendoakan mereka agar kelak dapat hidayah dan mengakui kenabiannya.

Persoalannya kemudian ihwal (tuntutan demonstran) di atas belum mewakili keberagamaan kelompok (baca: komunitas Islam), sekalipun sejatinya kalau bicara doktrinitas-moral, maaf dan memaafkan derivasinya dari pribadi selanjutnya bersifat semesta. Maka kemudian, kemasan tuntutan dilarikan ke area hukum. Anggapan penistaan agama oleh Ahok dituntut untuk di-"meja hukum"-kan.

Aksi Bela Islam?

Selanjutnya, apakah aksi damai hari ini, yang menuntut Ahok diperiksa secara hukum layak disebut aksi bela Islam, jika dikaitkan dengan Indonesia dan segala ragam manhaj Islamnya? Pertanyaan itu menjadi penting untuk dijawab ketika tidak sedikit komunitas Islam yang berkeyakinan bahwa permaafisasi Ahok menyelesaikan atas semua. Bahkan NU sendiri menghimbau untuk tidak turun berdemonstrasi tanpa meninggalkan substansinya, yaitu menuntut Ahok untuk diperiksa secara hukum.

Kenyataan ini menandakan bahwa tidak semua komunitas Islam menyetujui atas ekstraparlementer hari ini. Lalu, kenapa harus mem-branding diri dengan aksi bela Islam? Lalu, Islam yang mana? Pernyataan ini bukan kemudian memprotes mereka untuk turun jalan. Tapi, lebih pada mengingatkan. Semoga para demonstran yang sekarang turun ke jalan meneriakkan yel-yel tuntutan lebih bijak mengatasnamakan diri. Bahwa kami anak bangsa bebas berpendapat sekaligus menuntut keadilan atas keadaan. Semoga.

 

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB