opini

Pilkada Sumsel 2018 Jangan Seperti Pasar 5 Tahunan

Selasa, 13 September 2016 | 21:04 WIB
images_berita_Ags16_1-BUDI-PILKADA

Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) merupakan ajang pesta demokrasi 5 tahunan untuk memilih pemimpin di suatu daerah, dimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdasarkan Undang-Undang, dalam hal ini KPUD sebagai penyelenggara Pemilu di suatu daerah.

Sekedar mengingat ke belakang Pilkada langsung, di mana rakyat berhak memilih pemimpin di daerahnya secara langsung sempat terenggut. Pasca-DPR-RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada 2014 menjadi undang-undang dimana pemilihan gubernur, bupati/walikota lewat DPRD. Namun, beruntung di bawah kekecewaan publik yang luar biasa kala itu, hak rakyat untuk bisa memilih pemimpinya di daerahnya secara langsung diselamatkan oleh Presiden SBY dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada No 1 Tahun 2014 yang mengembalikan mekanisme pemilihan dari tidak langsung menjadi langsung, dan Perppu No 2 Tahun 2014 yang tentang pemerintah Daerah yang menghapus kewenangan DPRD untuk memilih gubernur, bupati/walikota.

 

Jika kita relasikan dengan pemilukada Sumatera Selatan, kini pertanyaan besar hadir di tengah-tengah kita sebagai masyarakat Sumsel yang katanya Provinsi terkaya ke lima di era Otonomi Daerah. Namun, masih banyak permasalahan dihadapi rakyat Sumsel, mulai dari isu kesejahteraan rakyat, susahnya mencari perkerjaan, angkutan batubara, komudity pertanian yang turun drastis, karet murah, hingga isu keamanan, masih mendera masyarakat Sumsel. Sesuai dengan jadwal KPU, jika tidak ada perubahan tahun 2018 akan dilangsungkan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel 2018-2023.

Mungkinkah pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumsel 2018 nanti merupakan ajang pesta demokrasi yang benar-benar bertujuan memilih pemimpin dan akan melahirkan kepala daerah amanah, adil, arif, jujur, dan bijaksana, serta mencintai rakyatnya, atau malah sebaliknya? Yaitu pemimpin yang korup, haus akan kekuasaan, dan lebih mementingkan keluarga dan golongannya sendiri yang berlindung di bawah dalih atas nama kesejahteraan rakyat. Atau, mungkin Pilkada Sumsel 2018 nanti tidaklah ubahnya seperti pasar lima tahunan dimana akan terjadi transaksi antara penjual janji jasa dan suara Team Sukses Pasangan Calon (paslon) dengan hak pemilik suara.

Atau, bisa juga rakyat akan terang-terangan menjual hak suaranya hanya dengan RP 50.000-100.000 sebagai akibat rasa pesimistis dari masyarakat dimana ketika usai pemilukada, kepala daerah yang terpilih seakan lupa akan janji-janjinya, dan seakan melupakan konsituen rakyat yang telah menghantarkannya pada kursi kekuasaan. Perlu adanya terobosan untuk kita semua agar pemilukada Sumsel nanti benar-benar melahirkan pemimpin yang berkualitas.

Kontrak politik. Ya, namanya kontrak politik antara pasangan calon kepala daerah dengan rakyatnya. Kontrak politik hitam di atas putih dianggap ampuh untuk menagih janji bila nanti pasangan kepala daerah setuju dengan poin-poin kontrak politik yang disodorkan. Ketimbang rakyat hanya menerima ucapan lisan janji manis dari sang calon kepala daerah semasa kempanye.

Kontrak politik ini pernah ada pada pilkada Sumsel 2013, meskipun tidak ada hitam di atas putih, dimana kala itu pasangan H. Alex Noerdin - H. Eddy Yusuf berjanji dalam 1 tahun menjabat gubernur dan wakil gubernur akan menerapkan sekolah dan berobat gratis. Dan, akhirnya Aldy (Alex-Eddy) menepati janjinya untuk meluncurkan sekolah gratis dan berobat gratis di seluruh wilayah Sumatera Selatan.

Itulah hakekatnya pemilukada, dimana pilkada akan membuat kepala daerah peka terhadap apa yang sedang dihadapi oleh rakyatnya. Bukan seperti event, show, atau pasar lima tahunan yang hanya menjual janji dan suara, namun setelah itu rakyat akan dilupakan.

 

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB