opini

Target 165 T dari Tax Amnesty Gagal, Joko Widodo Bisa Lengser

Senin, 12 September 2016 | 11:53 WIB
images_berita_Ags16_1-JOKO-SRI

Hingga akhir Agustus 2016 penerimaan dari program Tax Amnesty menurut Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) baru  mengumpulkan duit tebusan amnesti pajak sebesar Rp 2,14 triliun. Angka tersebut baru menyentuh 1,3 persen dari target pemerintah sebesar Rp 165 triliun yang diperkirakan bisa terkumpul sampai akhir tahun nanti.

Sepertinya akan sulit tercapai pada tutup tahun 2016, mencapai 10 persen saja dari target 165 triliun Joko Widodo udah kamsia banyak sama wajib pajak yang mau men-declare pajak pake fasilitas Tax Amnesty.

 

Ukuran bahwa penerimaan pajak lewat program TA tidak akan mencapai target sangat gampang, wong dalam APBNP 2016 pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.539,17 triliun. Sekitar Rp 165 triliun di antaranya ditargetkan berasal dari uang tebusan amnesti pajak.

Sementara itu, realisasi penerimaan perpajakan sepanjang paruh pertama tahun ini baru terealisasi 34 persen atau sebesar Rp 522 triliun. Capaian tersebut turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu Rp 535 triliun.

Nah, jadi sangat tidak mumgkin target Tax Amnesty akan tercapai seperti pada tahun lalu, yang akan dilakukan oleh Menteri Keuangan adalah mengoptimalkan penerimaan dari WP yang punya usaha beromzet di bawah 5 milyar. Artinya, pemerintah akan melakukan pemalakan pada jenis usaha kecil dan menengah seperti pemilik restoran padang, warteg, pedagang pasar traditional, petani kebun sawit, pemilik cafe non franchise, usaha kerajinan rakyat, dan lain-lain. Ini tentu akan meningkatkan harga jual dari produk yang dihasilkan oleh sektor usaha beromzet kurang dari 5 milyar.

Langkah kedua adalah memangkas Dana Alokasi Umum ke daerah yang tidak prioritas, nah bisa jadi penundaan DAU untuk tahun 2016 bukannya ditunda, tapi akan dibatalkan oleh pemerintah pusat.

Jika program Tax Amnesty yang hanya tinggal 4 bulan lagi di term pertama hanya akan menghasilkan 10 sampai dengan 16,5 trilyun saja, maka sudah bisa dipastikan defisit anggaran akan semakin melebar hingga melebihi pagu yang ditetapkan oleh UU APBN. Artinya, Pemerintah Joko Widodo mengalami kegagalan dalam pengelolaan keuangan negara, dan tentu ada konsekuensinya.

Pengurangan DAU juga akan banyak berpengaruh pada perekonomian nasional dengan turunnya belanja negara. Maka, sektor usaha yang berhubungan dengan belanja negara akan mengalami penurunan omset dan berakibat target penerimaan pajak dari WP beromzet kurang dari 5 milyar juga tidak akan tercapai. Dampak paling ngeri adalah, ledakan pengangguran, apalagi tahun depan akan ada angkatan kerja baru hingga 2 juta orang, dan yang lebih ngeri adalah, akan terjadi PHK besar-besaran di sektor UKM.

Jika penerimaan yang terus defisit di akhir tahun 2016 dan tahun 2017 sudah pasti akan menciptakan proyek-proyek pemerintah mangkrak dan pemerintah gagal bayar supplier dan kontraktor yang menjadi rekanan pemerintah. Ini juga akan berdampak pada kredit macet perbankan yang meningkat karena supplier dan kontraktor rekanan pemerintah dalam mendapatkan proyek pemerintah juga mengunakan kredit perbankan.

Sementara itu juga akan banyak industry-industri yang produknya dibeli oleh supplier dan kontraktor rekanan pemerintah seperti alat kesehatan, ATK, alat transportasi, alat peraga pendidikan, alat-alat berat, dan bahan bangunan, yang semua terpaksa tidak terbayar karena supplier dan kontraktor rekanan pemerintah tidak sanggup membayar barang yang sudah dibeli dan dipakai untuk proyek pemerintah, akibat pemerintah mengurangi anggarannya untuk tahun 2017.

Nah, Mas Joko Widodo yang paling ngeri lagi. Dengan makin membaiknya Ekonomi Amerika Serikat maka otomatis the FED akan menaikkan suku bunganya. Artinya, akan terjadi Capital Flight yang cukup besar dari Indonesia. Di akhir bulan Agustus saja, begitu FED baru beres menaikkan suku bunganya, Rp 18 trilyun uang dari Indonesia terbang ke luar.

Membaiknya Ekonomi USA ini juga berdampak pada Pembatalan Rencana Investasi dari para investor yang sudah membuat MOU dengan pemerintah Indonesia.

Nah, untuk sektor penerimaan pajak dari produk-produk komoditi juga akan semakin berkurang, karena India, China, Timur Tengah, dan Eropa sebagai tujuan ekspor komoditi Indonesia juga mengalami pelemahan ekonomi domestik.

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB