Klikanggaran.com (21/9/2017) - Hingga penghujung 2017, masih banyak masyarakat yang belum memiliki e-KTP, padahal banyak masyarakat yang ingin mendaftarkan diri dalam bursa CPNS yang dibuka besar-besaran oleh pemerintah. Dan, kebutuhan untuk melamar pekerjaan yang bersyaratkan kartu penduduk berbasiskan elektronik computer tersebut, terancam gagal. Kegagalan itu disebabkan oleh ketiadaan blangko e-KTP dan lambatnya birokrasi pengadaan e-KTP di tingkat operasional dinas pendafataran kepemilikian kartu tersebut.
Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah menyediakan sebanyak 7 juta blangko pada bulan Maret 2017, dan sebanyak 2 juta blangko pada bulan September 2017. Maka, kebutuhan blangko bagi penduduk yang belum memiliki e-KTP selama 2016 hingga 2017 sebanyak 9 juta jiwa, harusnya sudah terpenuhi. Artinya, 184 juta jiwa wajib memiliki e-KTP pada tahun 2017 sudah seluruhnya memiliki e-KTP. Namun, pada kenyataannya tidak demikian. Lalu, ke mana blangko tersebut?
Di akhir penghujung tahun 2017 ini, Indonesia akan menghadapi tahun politik 2018 dan 2019, dimana daerah-daerah yang menyelenggarakan pemilukada menjadi tolok ukur kemenangan pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2019. Wajar saja apabila kemudian e-KTP yang menjadi administrasi dasar bagi pencatatan peserta pemilu agar dapat memiliki suara, patut untuk dikelola dan diawasi secara ketat. Pengawsan dan pengelolaan tersebut guna menghindari penggelembungan suara politik.
Untuk tahun 2018, Zudan A. Fakrullah, Dirjen Disdukcapil Kemendagri, menyatakan akan mengeluarkan blangko e-KTP sebanyak 11,5 juta blangko. Dari 261 juta jiwa dikurangi dengan 184 juta jiwa wajib e-KTP yang sudah terpenuhi pada tahun 2017, sehingga hitungannya, 11,5 juta jiwa ini diperuntukkan bagi mereka yang baru dikenai wajib e-KTP pada tahun 2018.
Sedangkan data Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa siswa SMP per tahunnya mencapai 10 juta jiwa, dan siswa SMA setiap tahun berjumlah 4,3 juta. Di samping itu ada siswa SMK yang berjumlah 4,2 juta per tahun, dan siswa yang putus sekolah di tingkat SD maupun SMP. Dari perhitungan tersebut, masih banyak blangko yang tersisa, dengan kemungkinan mengganti e-KTP yang hilang maupun rusak. Sehingga, kemungkinan 11,5 juta itu akan bertambah pada tahun 2018.
Dengan data tersebut, tidak jarang penggelembungan suara menjadi polemik dalam hal pilkada maupun Pemilu. Hal ini wajar, meskipun e-KTP memiliki sistem satu orang-satu NIK (Nomor Induk Kependudukan), kelemahan sistem sensus penduduk terjadi. Mengingat, penduduk Indonesia lebih pintar daripada sistem komputerisasi. Sehingga, pengawasan dan pengelolaan mesti diperkuat dan diperketat, guna menghindari polemik yang lebih luas.
Demikian disampaikan oleh Adri Zulpianto, S.H., Koordinator Kajian dan Riset, Lembaga Kajian dan Analisis Keterbukaan Informasi Publik (KAKI PUBLIK), pada Klikanggaran.com di Jakarta, Kamis (21/9/2017).